PEMIMPIN Gereja Katolik Dunia sekaligus Kepala Negara Vatikan Paus Fransiskus menjadi saksi atas pemanfaatan Terowongan Silaturahim.
Terowongan itu menghubungkan antara Masjid Istiqlal dan Katedral Santa Maria Diangkat ke Surga, Jakarta.
“Saya ucapkan selamat kepada Anda sekalian karena Terowongan Silaturahim ini bisa menjadi tempat dialog dan perjumpaan,” kata Paus saat mengunjungi Terowongan Silaturahim di Jakarta, Kamis (5/9).
Paus Fransiskus mengungkapkan terdapat filosofi di balik sebuah terowongan.
Umumnya terowongan merupakan lorong yang gelap, terlebih bila dilalui sendirian.
Namun berbeda dengan Terowongan Silaturahim membantu umat dari tradisi keagamaan yang berbeda-beda untuk menyeberangi kegelapan menuju dunia yang terang.
“Dengan demikian, di akhir perjalanan kita mampu mengenal diri kita yang berjalan dengan yang disamping kita,” kata Paus Fransiskus.
“Kita dapat berbagi kehidupan dan saling mendukung satu sama lain terhadap ancaman gelap yang dilawan dengan tangga persaudaraan,” lanjutnya.
Terowongan Silaturahim Wadah Antarumat Beragama
Paus Fransiskus berharap Terowongan Silaturahim ini bisa menjadi wadah antarumat beragama.
Untuk melalui perjalanan bersama juga mewujudkan persahabatan yang mengantarkan umat manusia menuju dunia terang benderang.
Dia optimistis bahwa umat manusia bisa hidup dalam kerukunan dan kedamaian.
Saling terbuka dan bisa menjadi simbol kehidupan bersama yang damai dan mencirikan bangsa Indonesia.
“Saya berdoa kepada Allah, pencipta segala sesuatu agar ia memberkati semua yang melewati terowongan ini dalam semangat persahabatan, kerukunan, dan persaudaraan,” ucapnya.
Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar dalam kesempatan sama menjelaskan kepada Paus Fransiskus terkait terowongan sepanjang 33,8 meter ini.
Tidak hanya menghubungkan dua ikon rumah ibadah di Indonesia tersebut, juga memiliki banyak simbol artistik dan melambangkan toleransi beragama di Indonesia.
“Sama harapan kami dengan yang mulia, kami juga berharap semoga dengan adanya terowongan ini bisa menjadi jembatan persaudaraan,” kata Nasaruddin Umar.
“Bukan hanya umat Katolik dengan Islam, tapi juga dengan sesama umat manusia,” pungkasnya. (/S-01)