SEJUMLAH pakar hukum menggelar eksaminasi kasus korupsi yang melibatkan Mardani H Maming, mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Eksaminiasi itu dituangkan dalam sebuah buku berjudul ‘Mengungkap Kesalahan dan Kekhilafan Hakim dalam Menangani Perkara Mardani H. Maming.’
Pakar hukum pidana Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII), Mahrus Ali mengatakan tindakan Bupati Tanah Bumbu Mardani yang mengeluarkan SK Bupati Nomor 296/2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) dari PT BKPL kepada PT PCN tidak melanggar aturan.
Ia menunjuk pasal 93 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba itu ditujukan kepada pemegang IUP, bukan pada jabatan bupati.
“Sepanjang syarat dalam ketentuan tersebut terpenuhi, maka peralihan IUP diperbolehkan,” katanya.
Dalam kesempatan itu Guru Besar Hukum Administrasi Negara FH UII, Ridwan, mengatakan permohonan peralihan IUP-OP tidak perlu melampirkan syarat administrasi, teknis, lingkungan, dan finansial. Pasalnya, persyaratan tersebut melekat pada izin yang telah dialihkan.
Keuntungan pengoperasian
Eksaminator lainnya, Karina Dwi Nugrahati Putri, jika dapat dibuktikan bahwa penerimaan uang oleh PT TSP dan PT PAR murni berasal dari keuntungan pengoperasian pelabuhan PT ATU berdasar perjanjian yang sah, maka asumsi bahwa penerimaan tersebut berkaitan dengan peralihan IUP-OP melalui SK Bupati menjadi tidak berdasar.
“Judex facti (kompetensi hakim) telah mengenyampingkan alat-alat bukti yang terungkap di persidangan mengenai adanya penerimaan uang oleh PT TSP dan PT PAR tidak ada kaitannya dengan peralihan IUP-OP dan bukan sebagai hadiah,” ucap Karina yang merupakan dosen Departemen Hukum Bisnis FH Universitas Gadjah Mada.
Eksaminasi perkara Mardani H. Maming dilakukan oleh sejumlah eksaminator, yakni Hanafi Amrani, Ridwan, Mudzakkir Eva Achjani Zulfa, Mahrus Ali, Karina Dwi Nugrahati Putri, Ratna Hartanto, Ridwan Khairandy, Arif Setiawan, dan Nurjihad.
Bedah buku
Para eksaminator menjabarkan pandangannya saat acara bedah buku di Sleman, Yogyakarta, Sabtu (5/10). Pada perkara ini, Pengadilan Tinggi Banjarmasin, Kalimantan Selatan, memvonis Mardani H. Maming dengan pidana 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan.
Mardani juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp110,6 miliar. Majelis Hakim Banding PT itu memperberat putusan pengadilan tingkat pertama Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin menjatuhkan vonis 10 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp110,6 miliar.
Pasal 18 UU
Mardani H Maming dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 12 huruf b jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Mardani, yang sebelumnya Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia, didakwa menerima hadiah atau gratifikasi dari seorang pengusaha pertambangan, yakni mantan Direktur PT PCN almarhum Henry Soetio yang totalnya tidak kurang dari Rp118 miliar ketika menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu.
Ia didakwa menerima gratifikasi dari Henry dengan total tidak kurang dari Rp118 miliar saat menjabat Bupati Tanah Bumbu. Gratifikasi tersebut terkait SK Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang persetujuan pengalihan IUP OP dari PT BKPL kepada PT PCN. (AGT/N-01)