DEKAN Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Prof. Selo, Selasa (3/9) meluncurkan secara resmi pesawat terbang tanpa awak (PTTA) atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV) karya peneliti UGM yang diberi nama Palapa S-1.
PTTA atau oleh masyarakat awam dikenal dengan nama drone ini dapat difungsikan untuk kepentingan surlveilans, pemetaan dan bahkan untuk kepentingan patroli maritim maupun pemantauan lainnya.
Prof Selo mengatakan pesawat nirawak Palapa-S1 merupakan pesawat yang didesain untuk dapat dimanfaatkan dengan berbagai macam aplikasi, dan saat diluncurkan custom dibuat untuk aplikasi pemantauan kebakaran hutan.
“Tentunya pesawat nirawak ini bisa diaplikasikan ke banyak hal. BPBD salah satunya yang akan memanfaatkan karena pesawat nirawak ini bisa memantau bila telah terjadi bencana, gempa bumi misalnya,” papar Selo di Gedung Engineering Research and Innovation Center (ERIC), Fakultas Teknik UGM, Selasa (3/9).
Sementara peneliti dan pencipta PTTA Palapa S-1, Prof. Gesang menjelaskan penelitian dan pembangunan pesawat nirawak yang mendapat pendanaan dari LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) ini memiliki tingkat efisiensi sangat tinggi. Untuk sekali terbang mampu bertahan di udara selama 6 jam dengan jangkauan telemetri sejauh 500 kilometer.lpdp
“6 jam terbang mampu melakukan mapping 3500 hektare,” ujarnya.
Pemungsian pesawat ini, ujarnya juga akan tergantung pada sensor yang terpasang di badan pesawat. Karena itu ujarnya, PTTA ini dapat pula diungsikan untuk keperluan militer, semisal pengintaian.
Berbagai keperluan
Bahkan pesawat ini sudah tes dan melalui uji kehandalan sehingga selain ke Kemenhankam RI, pesawat ini menurut rencana akan dipromosikan ke instansi-instansi yang lain.
Untuk kepentingan research and development, Gesang menjelaskan Pesawat Palapa-S1 memerlukan waktu selama 3 tahun. Dimulai sejak tahun 2021, pesawat ini terus dikembangkan agar strukturnya semakin ringan, semakin kuat sehingga payloadnya bisa semakin tinggi.
“Ini sudah tahun ketiga, dan rangkaian pengujian-pengujian sudah kita laksanakan. Pesawat ini pada awalnya akan dimanfaatkan untuk deteksi dini kebakaran hutan. Jadi informasi titik panas yang diperoleh maka pesawat akan melakukan pemadaman setelah mendapat data yang valid”, jelasnya.
“Dulu pesawat ini pada awal pengembangannya sempat disaksikan oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Cuma saat itu belum diuji kemudian Pak Prabowo saat itu mengatakan kalau sudah diuji akan dimanfaatkan. Ini pesawat sudah selesai, sudah tes, sudah diuji kehandalannya maka UGM akan melakukan pembicaraan kelanjutan,” sambungnya.
Tingkatkan TKD
Meski Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) masih 30-40 persen, Gesang menuturkan akan terus ditingkatkan dan sangat siap diproduksi karena pesawat dibuat dengan cara dicetak. Sedangkan kapasitas pembuatan selama 3 bulan mampu menghasilkan 7 unit pesawat. Semua telah melalui serangkaian pengujian panjang ada uji aerodinamik, uji stabilitas, uji telematri, uji endurance dan uji misi di lingkungan yang sebenarnya.
“Pada prinsipnya bisa untuk apa saja. Kalau militer ya membawa bom atau apa sehingga bisa dipergunakan untuk itu,” jelasnya.
Secara teknis, UAV Palapa S-1 bertipe Gasoline-Electric VTOL UAV atau memiliki kemampuan tinggal landas dan mendarat secara vertikal. Material badan terbuat dari komposit serat karbon, dengan bentang sayap 3 meter, panjang 2 meter, tinggi 0,6 meter, kecepatan minimum (stall speed) 60 kilometer per jam, kecepatan jelajah 80 kilometer per jam. (AGT/N-01)