SEBANYAK tiga dosen FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta berinisiatif mengembangkan tepung fermentasi dari ubi kayu atau singkong. Mereka adalah Prof. Isana Supiah Yosephine Louise, Dr. Bernadetta Octavia, dan Dr. Suhartini.
Menurut Prof. Isana Supiah Yosephine Louise, Indonesia merupakan negara yang relatif subur dan memiliki banyak ragam tanaman, termasuk umbi-umbian. Sayangnya pengolahan dan pemanfaatan umbi-umbian lokal masih terbatas.
Umumnya hanya direbus untuk dikonsumsi dan dijual dalam bentuk bahan mentah berupa umbi yang tidak tahan lama dalam penyimpanan dengan harga jual yang relatif sangat murah.
“Untuk itu diperlukan pengetahuan, keterampilan dan pendampingan bagi masyarakat terutama di pedesaan untuk mampu mengolah hasil bumi, terutama umbi-umbian lokal menjadi produk yang lebih bermanfaat, lebih tahan lama dalam penyimpanan dan memiliki nilai jual relatif tinggi sehingga mampu meningkatkan taraf perekonomian keluarga dan masyarakat pada umumnya,” paparnya, Senin (12/8).
Lebih awet
Dr. Bernadetta Octavia mengatakan umbi-umbian lokal, seperti singkong, ubi jalar, kimpul atau talas, gadung, ganyong, gembili, uwi, dan garut sejatinya dapat diolah menjadi tepung fermentasi yang lebih bermanfaat. Dengan waktu penyimpanannya pun relatif lama dan memiliki nilai jual relatif lebih tinggi.
“Bahan dasar obat seperti inulin merupakan komponen dalam umbi-umbian lokal yang bersifat prebiotik dan belum dikembangkan secara optimal,” ujar Detta.
Gandeng warga
Untuk mengembangkan tepung ubi kayu yang difermentasi, para dosen UNY menggandeng masyarakat Dusun Mulo Wonosari Gunungkidul. Mereka diberi pelatihan khusus tentang pengolahan umbi lokal menjadi tepung fermentasi.
Suhartini menambahkan pembuatan tepung fermentasi ini menggunakan ragi merah (Monascus Purpureus). Cara membuatnya, umbi singkong dikupas dan dicuci bersih lalu dikukus hingga masak.
“Setelah dingin dapat dilakukan proses fermentasi” ucap Suhartini.
Umbi singkong yang telah dicampur ragi dimasukkan dalam kantong plastik kemudian diamkan selama 4-5 hari. Lalu dikeringkan, tumbuk dan diayak sehingga menjadi tepung.
Salah seorang peserta pelatihan, Musfiah mengatakan bahwa kegiatan ini sangat bermanfaat dan membantu membuka wawasan sekaligus menambah keterampilan dalam pengolahan singkong.
Harapannya kegiatan ini terus berlanjut dengan materi tepung fermentasi skala industri termasuk skala pemasarannya, keterampilan berwirausaha serta keterampilan lain yang bersifat meningkatkan ekonomi keluarga.
Nilai tambah
Produk tepung berbahan ubi kayu atau singkong itu kata Bernadetta Octavia dapat dikembangkan menjadi berbagai produk olahan yang nilai jualnya makin tinggi.
Tepung fermentasi itu juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan misalnya diolah menjadi makanan seperti roti dan kue, bahan kosmetik seperti bedak, material membran, bahan dasar obat dan lain-lain.(AGT/N-01)