KENDATI sudah ada larangan dan hukuman, faktanya aksi perundungan di institusi pendidikan maish saja terjadi. Kali ini aksi perundungan itu menimpa seorang siswa SMPN Sindangbarang, AD.
Ia diduga jadi korban perundungan (bullying) saat masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) di SMPN 1 Sindangbarang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Kini, siswa berusia 12 tahun itu mengalami trauma.
Berdasarkan keterangan pihak keluarga korban, kejadian bermula saat dilaksanakan fashion show sebagai rangkaian MPLS. Korban merupakan salah satu peserta kegiatan fashion show tersebut.
Seusai kegiatan, korban lantas didatangi pelaku. Tak diketahui motif di balik aksi dugaan kekerasan yang dialami korban.
Saat itu pelaku diduga menganiaya dengan cara memukul ke beberapa bagian tubuh korban.
“Keponakan saya mengaku dipukul pada bagian bawah punggung dekat pantat sebanyak lima kali,” kata paman korban kepada wartawan yang minta identitasnya dirahasiakan.
Paman korban mengaku keponakannya mengalami kekerasan fisik berupa pukulan pada bagian bawah punggung. Kini keponakannya mengalami trauma. “Keponakan saya sekarang trauma,” imbuhnya.
Dia menyayangkan sikap sekolah yang terkesan lebih melindung terduga pelaku. Bahkan, katanya, dikabarkan sempat ada intervensi dari pihak sekolah kepada orangtua korban agar tak melapor ke pihak manapun.
“Kasus yang dialami keponakan saya kemudian dimediasi di Polsek Sindangbarang,” pungkasnya.
Kapolsek Sindangbarang Iptu Dadang Rustandi mengaku telah melakukan mediasi antara keluarga korban dengan keluarga pelaku. Namun Dadang memastikan persoalan itu bukan perundungan.
“Permasalahan sudah selesai setelah dilakukan mediasi. Tapi kalau melihat kronologisnya ini bukan perundungan,” kata Dadang kepada wartawan.
Pengawasan longgar
Praktisi hukum sekaligus pemerhati pendidikan di Cianjur, Fanpan Nugraha, mengaku prihatin dan menyayangkan masih terjadinya dugaan perundungan di kalangan pelajar. Sebab hal itu kontradiktif di tengah upaya Pemkab Cianjur yang tengah menggemborkan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) maupun mutu dan kualitas pendidikan.
“Bullying merupakan tindakan yang berbahaya. Ini bisa menimpa siapapun. Kejadian ini nyaris terjadi terus menerus,” kata Fanpan, Minggu (21/7/2024).
Fanpan menegaskan terjadinya dugaan perundungan di kalangan pelajar menjadi sebuah bukti adanya indikasi ketidakbecusan sistem dan pengajaran pihak sekolah melakukan pembinaan anak didik. Insiden ini merupakan tanggung jawab kepala sekolah baik secara administratif, moril, maupun hukum.
“Sejatinya, ke depan semua pihak harus bahu membahu mengawasi pelaksanaan MPLS di sekolah-sekolah agar insiden seperti ini tak terulang. Ini harus jadi pengawasan bersama dari semua elemen pendidikan, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga, kepala sekolah, maupun guru di sekolah bersangkutan,” pungkasnya. (Zea/N-01)