Kegagapan Sastra Indonesia dalam Menggali Persoalan SARA

SASTRA Indonesia hingga sekarang ini masih gagap dalam menggali persoalan-persoalan agama, masalah-masalah suku dan ras, dan juga perasaan tidak nyaman untuk mengeksplorasi politik kepentingan golongan-golongan. Kondisi ini muncul karena adanya semacam kelatahan sekaligus ketakutan yang telah tertanam sejak lama

Sastra, sebagai suatu ekspresi seni berpeluang mempersoalkan berbagai peristiwa di dunia nyata, salah satunya adalah persoalan Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA).

Ada beberapa karya yang memiliki kandungan SARA. Salah satunya adalah novel Salah Asuhan yang pada draf awalnya disebut menyinggung ras Barat (Belanda). Juga kisah-kisah karya sastra yang dilarang pada masa Orde Baru seperti yang dihadapi tetralogi Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer.

BACA JUGA  Mantan Dirjen Migas Terbitkan Buku Negara Bermartabat

Ketakutan negara

Namun ternyata negara takut terhadap adanya sastra membongkar dan memperlihatkan implikasi-implikasi ideologis yang dipraktikkan secara keliru oleh kekuasaan.

Novel seperti Bumi Manusia berhasil menunjukkan rasisme kolonial, feodalisme, ketimpangan gender, dan kapitalisme dan menggiring pembaca agar bertahan dalam rasionalisme yang lebih manusiawi dalam dunia yang setara. Hal ini, tidak disukai oleh kekuasaan yang dominan sebab dapat melemahkan kekuasaannya.

Persoalannya adalah masyarakat tidak paham dengan adanya situasi kesengajaan salah paham masalah sastra ini yang jejaknya masih bisa dirasakan hingga kini. Untuk itu, sastra melakukan upaya pencarian dan menjelaskan kebenaran.

Keyakinan berbeda

Sastra juga “menghasut” pembacanya agar dapat menerima keyakinan yang berbeda. Belajar dari pengalaman Orde Baru dan Bumi Manusia yang dengan sengaja pura-pura tidak tahu, salah paham, dan sengaja menyalahpahami novel tersebut berbahaya bagi kekuasaan.

BACA JUGA  Reduksi Makna Kebudayaan, Dosen UGM ini Tolak Penetapan Hari Budaya

Karena itulah sebabnya sastra yang dianggap mempersoalkan SARA dianggap membahayakan negara. Jika membahayakan negara, karya tersebut dilarang beredar.

Upaya negara melakukan pelarangan kandungan unsur SARA dalam karya sastra bukan lagi atas nama keamanan bangsa dan negara, tetapi lebih-lebih atas nama keamanan dan kepentingan kekuasaan politik tertentu.

Negara yang benar tidak mungkin membiarkan masyarakat hidup dalam kesalahpahaman. Akan tetapi, kekuasaan akan terus melanggengkan kekuasaannya.

Penjaga kebenaran

Proses-proses yang berjalan memang berat utamanya dengan media sosial yang gamblang meramaikan demokratisasi. Dalam konteks ini, bukan karena negara melakukan pelonggaran atau mencoba demokratis, tetapi pemerintah juga semakin tidak paham bagaimana sastra bekerja dan menjadi ajang dan ruang pencarian kebenaran supaya sastrawan dan masyarakat juga semakin cerdas.

BACA JUGA  Dosen Geologi UGM Tolak Kampus Kelola Tambang

Ke depan kita berharap agar tidak perlu ada lagi syarat ‘tidak boleh menyinggung SARA’ dalam lomba sastra sebab sastra terus menghasut, bersama-sama dalam pencarian menuju dan menjaga kebenaran. (AGT/N-01)

(Aprinus Salam, Dosen Departemen Sastra dan Bahasa Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta)

Dimitry Ramadan

Related Posts

Jadi PB XIV, Gusti Purbaya Siap Lestarikan Budaya Jawa dan Dukung NKRI

DI tengah perebutan gelar Raja Keraton Surakarta, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (KGPAA) Hamangkunegoro Sudibyo Rajaputra Narendra Mataram atau Gusti Purbaya dinobatkan sebagai Pakubowono XIV dalam acara Jumenengan Dalem Nata…

Enam Korban Ditemukan dan 14 masih Hilang di Hari Ketiga Longsor Majenang

PENCARIAN korban longsor di Desa Cibeunying, Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap, memasuki hari ketiga. Hingga Sabtu (15/1) pukul 14.00 WIB, tim gabungan menemukan 6 korban dalam kondisi meninggal dunia, sementara 14…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jangan Lewatkan

Pelajaran dari Mali untuk Timnas U-23

  • November 16, 2025
Pelajaran dari Mali untuk Timnas U-23

Tim Voli Putra Ditargetkan Medali Emas di SEA Games 2025

  • November 15, 2025
Tim Voli Putra Ditargetkan Medali Emas di SEA Games 2025

Jadi PB XIV, Gusti Purbaya Siap Lestarikan Budaya Jawa dan Dukung NKRI

  • November 15, 2025
Jadi PB XIV, Gusti Purbaya Siap Lestarikan Budaya Jawa dan Dukung NKRI

Enam Korban Ditemukan dan 14 masih Hilang di Hari Ketiga Longsor Majenang

  • November 15, 2025
Enam Korban Ditemukan dan 14 masih Hilang di Hari Ketiga Longsor Majenang

Boiyen Resmi Menikah dengan Rully di ICE BSD

  • November 15, 2025
Boiyen Resmi Menikah dengan Rully di ICE BSD

Cicilan Koperasi Merah Putih Diambil dari Dana Desa

  • November 15, 2025
Cicilan Koperasi Merah Putih Diambil dari Dana Desa