Awas! Tanaman ini Bisa Jadi Pembunuh Pohon Jeruk

TANAMAN dari kelompok atau famili jeruk-jerukan (Rutaceae) ini ternyata dapat menjadi penyebar penyakit tanaman yang mematikan untuk tanaman jeruk.

Tanaman ini bukan ‘pendatang’ tetapi asli Indonesia dan banyak ditemukan di sekitar kita atau di pinggir-pinggir jalan dan juga di luar hutan. Dalam bahasa ilmiah tanaman ini disebut murraya sumatrana.

Hasil penelitian yang dilakukan tim Universitas Gadjah Mada dan mitra internasionalnya menunjukkan murraya sumatrana, tanaman asli Indonesia, ternyata bisa terinfeksi bakteri penyebab citrus greening atau huanglongbing (HLB), penyakit paling destruktif pada jeruk.

Siklus epidemiologi

Pemimpin Riset, yang juga Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Prof. Siti Subandiyah, menjelaskan hasil tersebut memperluas pemahaman tentang siklus epidemiologi penyakit HLB di ekosistem tropis.

“Kita harus mulai memperhatikan spesies tanaman liar atau yang tidak dibudidayakan yang hidup berdampingan dengan tanaman jeruk. Murraya sumatrana yang tersebar luas di Indonesia ternyata punya potensi terinfeksi patogen dan menyebarkannya melalui serangga vektor ke tanaman jeruk yang dibudidayakan,” ujarnya, Kamis (17/4).

Dalam konteks ekologi, ujarnya, temuan ini cukup menggugah. Apalagi Murraya sumatrana adalah tanaman asli Indonesia yang kerap tumbuh liar di hutan sekunder, pekarangan, hingga kawasan konservasi.

Reservoir penyakit

Karena tidak menunjukkan gejala mencolok saat terinfeksi CLas, keberadaannya sebagai reservoir penyakit sangat mungkin tidak terdeteksi. Jika tidak dikendalikan, spesies ini berpotensi mempercepat penyebaran HLB ke kebun jeruk rakyat maupun industri hortikultura.

BACA JUGA  Perusahaan Jepang Menganut Kultur Long Life Employment

Temuan ini telah dipublikasikan dalam jurnal Quartil 1 (Q1) Plant Disease edisi April 2024 silam dengan judul “Natural Infection of Murraya paniculata and Murraya sumatrana with ‘Candidatus Liberibacter asiaticus’ in Java”.

Penelitian ini juga mencatat bahwa untuk pertama kalinya, murraya sumatrana terbukti positif terinfeksi Candidatus Liberibacter asiaticus (CLas), secara alami. CLas merupakan bakteri penyebab HLB yang ditularkan oleh kutu loncat jeruk (Diaphorina citri).

Dikatakan, selama lebih dari setahun tim peneliti mengambil sampel dari berbagai spesies Murraya yang tumbuh di Yogyakarta, Purworejo, dan Kebun Raya Bogor.

Botani klasik

Mereka memadukan pendekatan botani klasik dengan analisis DNA kloroplas dan ITS untuk memastikan identitas spesies, lalu menguji keberadaan bakteri menggunakan polymerase chain reaction (PCR) dan real-time PCR.

Hasilnya, ditemukan bahwa empat aksesi Murraya paniculata (kemuning Jepang, tanaman hias) dan tiga aksesi Murraya sumatrana (kemuning Jawa) mengandung bakteri CLas penyebab HLB.

Lebih jauh, kutu loncat jeruk (Diaphorina citri) yang menjadi vektor utama penyakit ini, diketahui berkembang biak dengan cepat pada pucuk muda tanaman Murraya. Populasinya meningkat saat musim kemarau dan bisa dengan mudah berpindah ke pohon jeruk yang tumbuh di sekitarnya.

Temuan lapangan menunjukkan bahwa M. paniculata dan Murraya sumatrana yang tumbuh di sekitar kebun jeruk dan kampus UGM dihuni oleh serangga ini dalam jumlah cukup signifikan.

“Ini jadi peringatan bahwa pengendalian HLB tidak cukup hanya berfokus pada jeruk yang dibudidayakan. Kita juga harus mengawasi lanskap sekitar, seperti tanaman pagar, semak liar, bahkan tanaman hias di taman kota,” kata Prof. Siti.

BACA JUGA  Fakultas Psikologi UGM Bebaskan Biaya UKT untuk Satu Mahasiswa Baru SNBP

Pendekatan pengelolaan

Namun, pada kesempatan itu Prof. Siti menegaskan bahwa deteksi patogen di Murraya sumatrana bukan berarti tanaman ini harus diberantas. Justru diperlukan pendekatan pengelolaan berbasis ekosistem.

Perawatan teratur, pengawasan vektor, serta perlakuan karantina terhadap pergerakan tanaman dari dan ke zona rawan HLB perlu diperkuat. “Kami tidak menyarankan penghilangan spesies. Kita justru perlu memahami perannya secara ekologis dan mengelolanya dengan bijak,” tegasnya.

Studi ini juga menjadi contoh bagaimana Ilmu Botani klasik dan bioteknologi molekuler bisa bersinergi. Identifikasi spesies tidak hanya berdasarkan bentuk daun, bunga, buah, biji, atau tinggi tanaman, melainkan dikonfirmasi secara genetik melalui serangkaian analisis molekuler berbasis sekuen DNA kloroplas dan ITS.

Pendekatan ini memberikan validasi ilmiah yang kuat dalam membedakan spesies yang secara morfologi tampak serupa, terutama antara murraya paniculata dan Murraya sumatrana.

Keduanya sering kali tertukar dalam identifikasi lapangan, padahal perbedaan status sebagai inang patogen memiliki dampak besar bagi kebijakan karantina tumbuhan, manajemen risiko penyakit, dan pergerakan tanaman dalam sistem perdagangan hortikultura, khususnya tanaman hias.

Dengan akurasi identifikasi yang lebih tinggi, kebijakan pengendalian pun bisa dibuat lebih tepat sasaran dan efisien.

Didanai LPDP

Penelitian ini didanai oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Badan Pengelola Pendidikan Tinggi (BPPT) yang memberikan beasiswa bagi Ayu Lestiyani yang merupakan mahasiswa S3 Program Doktoral Bioteknologi Sekolah Pascasarjana UGM.

BACA JUGA  Ambang Batas Parlemen Sebaiknya Dipertahankan

Sedangkan dukungan kolaborasi internasional dan disertasi diberikan oleh Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR) melalui proyek SRA No: HORT/2023/193 dan Program Mobilitas Mahasiswa dari Tokyo University of Agriculture. Pengambilan sampel juga melibatkan pihak Kebun Raya Bogor dan staf lapangan yang turut mendampingi tim peneliti.

Pengendalian HLB

Siti berharap, hasil riset ini bisa menjadi pijakan untuk membangun strategi pengendalian HLB yang lebih menyeluruh dan berbasis lanskap. “Kalau kita tidak menyentuh vegetasi sekitar kebun jeruk, kita seperti menutup satu lubang tapi membiarkan lubang lainnya terbuka lebar,” pungkasnya.

Temuan ini tidak hanya memperluas pemahaman tentang siklus penyakit HLB, tapi juga menjadi pengingat bahwa tanaman lokal, meski tampak tak berbahaya, bisa berperan besar dalam dinamika penyakit tanaman. Dengan pendekatan ilmiah yang memadukan taksonomi molekuler dan ekologi lapangan, para peneliti UGM kembali menunjukkan bagaimana riset kampus bisa memberikan dampak nyata bagi ketahanan pangan nasional.

Lebih lanjut kerjasama riset nasional dan internasional secara terpadu akan memberikan dampak yang lebih luas dan signifikan untuk memahami dan memecahkan masalah pertanian. (AGT/N-01)

Dimitry Ramadan

Related Posts

Unpad Ungkap Joki Terdaftar Mengikuti UTBK  

PUSAT Ujian Tulis Berbasis Komputer- Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (UTBK-SNBT) Universitas Padjadjaran (Unpad)  berhasil mengungkap diduga joki. Joki yang diungkap tersebut berinisial KD, juga dijadwalkan mengikuti UTBK di Unpad menggantikan…

Penting! Mengenali Makanan yang Sudah Basi

SERANGKAIAN kasus keracunan makanan terjadi dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) terjadi didaerah. Di Cianjur, puluhan siswa dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami gejala pusing, mual, dan muntah setelah menyantap…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jangan Lewatkan

Resident Playbook Puncaki Ranking Drama Korea

  • May 5, 2025
Resident Playbook Puncaki Ranking Drama Korea

Pemkot Bandung Kaji Vasektomi untuk Penerima Bansos

  • May 5, 2025
Pemkot Bandung Kaji Vasektomi untuk Penerima Bansos

Kantor Gubernur Jawa Tengah Resmi Sebagai Rumah Rakyat

  • May 5, 2025
Kantor Gubernur Jawa Tengah Resmi Sebagai Rumah Rakyat

Difablepreneur KAI Logistik Menangi Indonesia CSR Awards 2025.

  • May 5, 2025
Difablepreneur KAI Logistik Menangi Indonesia CSR Awards 2025.