
POLEMIK band Sukatani dengan lagu berjudul “Bayar, Bayar, Bayar” yang mendadak dicabut dari seluruh platform musik sangat mengecewakan dan mengejutkan.
Pencabutan lagu itu setelah polisi dari Polda Jawa Tengah mendatangi band ini dan berujung pemecatan vokalisnya sebagai guru.
Lagu berjudul “Bayar, Bayar, Bayar” tersebut ditarik dari seluruh platform musik pada Jumat (14/2).
Personel Sukatani menyampaikan pengumuman penarikan tersebut melalui akun media sosial sekaligus permintaan maaf kepada Institusi Kepolisian.
Hal tersebut memunculkan opini publik yang negatif terhadap kepolisian yang dinilai anti-kritik dan melakukan pembredelan seni.
Pakar Manajemen Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada, Prof. Wahyudi Kumorotomo mengatakan kasus ini menunjukkan lembaga publik seperti Polri tidak siap menerima kritik dari masyarakat.
“Walaupun personel sudah meminta maaf, publik paham bahwa kemungkinan itu karena intimidasi dari aparat polisi,” tuturnya, Senin (3/3).
Wahyudi lebih lanjut mengatakan kebebasan berekspresi telah dijamin dalam peraturan perundangan Indonesia yakni UU 39/1999 dan Undang-Undang 9/1998.
Tetapi tampaknya aparat kepolisian belum memahami esensinya.
Menurut dia band Sukatani menciptakan lagu ‘Bayar Bayar Bayar’ tersebut sebagai bentuk kritik terhadap kinerja kepolisian selama ini.
Bahkan hampir seluruh lirik merepresentasikan keresahan publik terhadap oknum-oknum polisi yang melakukan pungutan liar (pungli).
“Seharusnya kepolisian mengembang tanggung jawab untuk mengayomi dan menjaga keamanan sipil,” tuturnya.
Bagi Wahyudi, kebebasan berpendapat tidak seharusnya ditentang oleh institusi. Bahkan sebuah kritik sepatutnya dijadikan masukan untuk memperbaiki kinerja institusi bagi masyarakat.
“Sangat disayangkan kasus band Sukatani justru memberikan gambaran bahwa institusi belum mampu merespon kritik masyarakat yang membangun,” ungkapnya.
Kasus Sukatani menyebabkan sentimen kepercayaan publik terhadap polisi semakin menurun.
Hal ini perlu diperkuat sebagai bentuk check and balance terhadap institusi maupun kebijakan pemerintah.
Kasus seperti band Sukatani bukan tidak mungkin akan terjadi lagi di kemudian hari. (AGT/S-01)