EKSPEDISI di Antartika yang dilakukan oleh perguruan tinggi atau lembaga riset dari berbagai negara.
Dua alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) pernah ikut ekspedisi Antartika untuk riset.
Dosen Departemen Teknik Geologi Fakultas Teknik UGM, Nugroho Imam Setiawan pernah ikut ekspedisi Antartika pada November 2016 hingga Maret 2017.
Nugroho mendaftar untuk bergabung dalam tim ekspedisi ke Antartika ketika sedang menyelesaikan pendidikan S3 di Jepang. “Saya tidak pernah berpikir bisa sampai Antartika,” katanya, Rabu.
Jepang merupakan salah satu negara yang rutin mengadakan ekspedisi dan mengajak peneliti asal Asia lainnya ke Antartika melalui lembaga Japan Antarctic Research Expedition (JARE).
Nugroho sudah mendaftar program tersebut pada 2011, tetapi program tersebut dibatalkan sebagai imbas tsunami yang melanda Jepang pada Maret 2011.
“Saya saat itu sudah mendaftar, tetapi program ditutup dan dananya dialihkan untuk pemulihan pasca tsunami,” ujar Nugroho.
Ia baru dihubungi lagi pada 2015. Saat itu pendidikan S3 atau Pendidikan Doktor di Jepang sudah selesai.
Tapi ia tetap mengikuti prosedur mengikuti tahap seleksi berupa wawancara dan pemeriksaan kesehatan.
Dan bergabung bersama lima orang peneliti Jepang dan dua orang lainnya dari Mongolia dan Thailand.
“Saat itu, Antartika sedang musim panas sehingga matahari bersinar 24 jam setiap harinya,’ kenang Nugroho.
Sedangkan suhu udaranya berkisar -5 derajat di malam hari dan -2 derajat di siang hari.
Nugroho mengenang Antartika sebagai bukan bagian dari bumi sebab kondisinya yang putih bersih sejauh mata memandang.
Ia menjelaskan setiap harinya tim geologi menjalankan rutinitas mengumpulkan sampel batuan metamorf di setiap lokasi penelitian.
Ada 8 titik survei geologi yang mereka jelajahi, yaitu Akebono, Akarui, Tenmodai, Skallevikhalsen, Rundvageshtta, Langdove, West Ogul, Mt. Riiser Larsen.
Selain Nugroho, ada juga Gerry Utomo juga alumni UGM yang ikut eskpedisi Antartika.
Gerry Utomo datang ke Antartika sebagai bagian dari misi Russian Antarctica Expedition (RAE) yang berlangsung selama Februari-Juli 2024.
Ekspedisi di Antartika untuk meneliti bebatuan
Gerry saat itu mengikuti program Magister Paleogeografi di Saint Petersburg State University, Russia.
“Sejak awal perkuliahan saya sudah ditawari untuk ikut program tersebut, hanya saja memang saat ikut program tersebut, kami sudah harus tahu akan meneliti apa,” sebut Gerry, Rabu (22/1).
Keikutsertaannya melakukan ekspedisi ke Antartika mengantarkan Gerry menjadi orang Indonesia dan ASEAN pertama yang mengikuti program RAE yang sudah berjalan sebanyak 69 kali.
Ia berangkat bersama dengan tim RAE menggunakan kapal riset Akademik Tyroshnikov milik Rusia.
Kapal tersebut berlayar selama tiga pekan dan sempat berhenti di Cape Town, Afrika Selatan sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan ke Antartika.
Mobilisasi Gerry dan tim RAE di sana diwajibkan untuk menggunakan helikopter sehingga setiap harinya tim peneliti akan kembali ke kapal. I
Ia ditugaskan di Stasiun Mirny, yang merupakan salah satu stasiun pemantauan tertua di Antartika.
Keduanya menyampaikan harapan agar hal ini tidak berhenti pada mereka saja. “Semoga kawan-kawan UGM yang lain bisa melanjutkan ke Antartika,” harap Gerry. (AGT/S-01)