
BADAN Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat mencatat, setelah tarif listrik pascabayar kembali normal, menjadi penyumbang inflasi sebesar 1,01 persen secara month to month. Demikian disampaikan Plt. Kepala BPS Provinsi Jabar, Darwis Sitorus pada rilis berita Statistik di Aula Kantor BPS Provinsi Jabar Jumat, (02/05).
Darwis menginformasikan inflasi tahun ke tahun atau (year on year) sebesar 1,67 persen, sementara secara tahun kalender (year to date) Januari-April 2025 sebesar 1,30 persen.
Kelompok pengeluaran, yang mengalami inflasi tertinggi yaitu kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga sebesar 6,31 persen dengan andil inflasi sebesar 1,01 persen.
Makanan dan minuman
Yang mengalami deflasi tertinggi yaitu kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 0,36 persen dengan andil deflasi sebesar 0,12 persen.
“Komoditas yang menyumbangkan inflasi yaitu tarif listrik sebesar 0,99 persen, emas perhiasan sebesar 0,15 persen, bawang merah dan tomat masing-masing sebesar 0,05 persen,” papar Darwis.
Sementara lanjut Darwis, yang menyumbang deflasi yaitu cabai rawit sebesar 0,1 persen, telur ayam ras dan daging ayam ras masing-masing sebesar 0,07 persen dan bensin sebesar 0,03 persen.
Dari pantauan 10 kabupaten/kota di Jabar, seluruhnya mengalami inflasi secara bulanan pada April 2025. Kabupaten Majalengka mengalami inflasi bulanan tertinggi sebesar 1,36 persen, diikuti Kota Depok sebesar 1,20 persen, Kota Sukabumi sebesar 1,13 persen dan Kota Bogor sebesar 1,07 persen.
“Sedangkan Kabupaten Bandung inflasi sebesar 0,87 persen, Kabupaten Subang sebesar 0,74 persen, Kota Bandung sebesar 0,97 persen, Kota Bekasi sebesar 1,04 persen dan Kota Tasikmalaya sebesar 0,89 persen. Yang mengalami inflasi terendah yaitu Kota Cirebon sebesar 0,70 persen,” papar Darwis.
Subsektor hortikultura
Terkait Nilai Tukar Petani (NTP), kata Darwis, pada April 2025 secara month to month, NTP sebesar 112,03, mengalami penurunan 0,95 persen dibandingkan Maret 2025. Penurunan NTP terjadi karena indeks harga yang diterima petani sebesar 136,24 turun 0,40 persen, sementara indeks harga yang dibayar petani sebesar 121,61 atau naik 0,55 persen dibandingkan Maret 2025.
Darwis menambahkan, subsektornya, NTP yang mengalami penurunan yaitu subsektor tanaman pangan sebesar 2,21 persen, subsektor peternakan sebesar 2,31 persen, subsektor perikanan sebesar 0,49 persen. Subektor yang mengalami kenaikan yaitu subsektor hortikultura sebesar 5,10 persen, subsektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 2,46 persen.
Selanjutnya kata Darwis, Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP) pada April 2025 tercatat sebesar 115,39 atau mengalami penurunan sebesar 0,58 persen dibanding Maret 2025. Penurunan ini diakibatkan oleh indeks yang diterima petani lebih tinggi daripada indeks biaya produksi dan penambahan barang modal.
“Penurunan NTUP ini terjadi karena indeks harga yang diterima petani sebesar 136,24 mengalami penurunan 0,40 persen, sementara indeks biaya produksi dan penambahan barang modal sebesar 118,07 naik 0,18 persen,” tandasnya. (Rava/N-01)