Masyarakat Khawatir Pembangunan Bandara di Bali Utara Ganggu Pariwisata

WACANA pembangunan bandara di Bali Utara atau Airport North Bali yang kembali digulirkan Presiden Prabowo Subianto dikhawatirkan sebagian masyarakat justru kontra produktif. Sebagian masyarakat pun menolak wacana tersebut.

Penolakan itu salah satunya datang dari Filolog dan ahli lontar Bali Sugi Lanus. Memurutnya Pulau Bali dan penduduknya bukan wilayah Nusantara yang ahistoris. Peradaban Bali membentang dari awal milenium pertama masehi, sudah memiliki keunikan budaya dan teologis.

Bali dikembangkan secara strategis sesuai lanskap alamnya, digarap menjadi persawahan padi dengan sistem irigasi berbasis pengetahuan dan kearifan lokal yakni Subak. Masyarakat Bali bertumbuh dengan kesadaran desa pakraman dan adat yang ketat menjaga alam dan budaya mereka.

“Gagasan Presiden Prabowo Subianto untuk membangun North Bali International Airport dan menjadikan Bali sebagai The New Singapore” atau The New Hong Kong tentu perlu diapresiasi. Tetapi masalahnya tidak bisa sesederhana itu,” ujarnya.

BACA JUGA  Mabuk, Turis Inggris Rampas Truk Hingga Masuk Terminal Keberangkatan Bandara

Pariwisata budaya

Setidaknya, semenjak tahun 1970-an, ketika kawasan “tertutup” Nusa Dua dikembangkan, Bali telah mencanangkan arah pariwisata Bali adalah pariwisata budaya’. Hal itu mesti dilihat dan dibaca kembali. Sudah banyak kajian dalam berbagai dokumen resmi tentang perencanaan Pulau Bali yang dikaji secara serius di era 1970-an.

Daya tarik utama Bali terletak pada kekayaan alam dan budayanya yang beraneka ragam. Sebagai pulau yang dikenal dengan keindahan pantainya, keragaman upacara agamanya, serta seni dan budaya tradisional yang tetap lestari, Bali menawarkan pengalaman yang otentik dan berbeda dibandingkan destinasi lain di dunia. Sejarah panjang kesenian dan budaya Nusantara yang mewarnai Bali membuatnya unik, memancarkan pesona yang tidak dapat ditemukan di tempat lain.

Pelestarian seni budaya

Menurut Sugi Lanus, Presiden Prabowo dan kementerian terkait semestinya mendorong pariwisata budaya yang menekankan pentingnya pelestarian seni, budaya, adat istiadat agama Hindu Bali dalam menarik lebih banyak wisatawan yang menghargai keberagaman, harmoni dengan alam, harmoni dengan manusia lain, dan mengapresiasi keimanan atau aspek Ketuhanan menurut tradisi Hindu Bali yang terekspresikan dalam liturgi dan seni budaya yang sangat kaya.

BACA JUGA  Polda Metro Jaya Diminta Proses Hukum Selebgram yang Menghina Orang NTT 

Dari awal, kata Sugi, Bali memiliki jargon ‘Pariwisata untuk Bali, bukan Bali untuk pariwisata’. Jika Bali untuk pariwisata, Bali akan dijadikan sapi perah pemerintah pusat dan para pengusaha tanpa mempertimbangkan dampak budaya, agama, dan lingkungannya.

Sebaliknya, jika pariwisata untuk Bali, maka yang pertama-tama menjadi pertimbangan adalah bagaimana mempertahankan dan melestarikan alam Bali, budaya dan seni Bali, serta adat istiadat agama masyarakat Bali. Pariwisata adalah sarana untuk “membiayai dan merawat” alam, budaya dan adat istiadat Bali.

“Pariwisata bukanlah agama masyarakat Bali. Pariwisata adalah“kendaraan menjaga alam Bali, pengembangan budaya dan agama masyarakat Bali. Tidak mengorbankan alam. Tidak mengorbankan budaya dan adat Bali. Pulau Bali akan hancur jika pembangunannya didorong ke arah yang bertentangan dengan nilai-nilai lokal, identitas agama dan budaya Bali,” tegas Sugi.

BACA JUGA  Lewat Kuliner Lokal, Pangkalpinang Coba Menarik Wisatawan

Adopsi teknologi

Sebelumnya saat berkunjung ke Bali pada Minggu (3/11/2024) lalu Presiden Prabowo meamng meminta agar pembangunan bandara di Bali Utara harus seperti New Singapura atau New Hongkong. Namun mantan Gubernur Bali periode 2008-2018 Made Mangku Pastika menjelaskan bahwa yang dimaksud Presiden Prabowo itu yakni mengadopsi teknologi seperti di Singapura dan Hongkong.

“Yang dimaksud dengan New Hongkong dan New Singapura itu adalah adopsi teknologinya. Dan bukan hanya soal bandara, tetapi pembangunan di bidang lainnya seperti pengolahan sampah, pertumbuhan ekonomi dan sebagainya. Bukan berarti budaya Bali yang ditinggalkan atau harus mengikuti budaya luar seperti di Singapura dan Hongkong. Tetapi lebih kepada adopsi teknologinya,” ujarnya. (Nol/N-01)

 

Dimitry Ramadan

Related Posts

Ombudsman Curiga Ada Modus di Balik Pemailitan Sritex

LEMBAGA Ombudsman RI mencurigai kemungkinan adanya modus nakal di balik upaya mempailitkan perusahaan raksasa tekstil Sritex. Apalagi Undang-Undang Kepailitan dinilai pernuh persoalan, hingga perlu dikoreksi . “Banyak modus modus di…

Walikota Semarang Berkomitmen Dukung Pemberdayaan Perempuan

WALI kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu berkomitmen untuk selalu mendukung kegiatan pemberdayaan perempuan. Salah satunya lewat Festival Perempuan Indonesia (FESPERIN) 2024. Ia mengaku, acara yang digelar oleh Maheswari Nusantara di…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jangan Lewatkan

KPK Sesali Keputusan PN Jaksel Menangkan Praperadilan Sahbirin

  • November 12, 2024
KPK Sesali Keputusan PN Jaksel Menangkan Praperadilan Sahbirin

Ombudsman Curiga Ada Modus di Balik Pemailitan Sritex

  • November 12, 2024
Ombudsman Curiga Ada Modus di Balik Pemailitan Sritex

Rendahnya Literasi dan Kesadaran Masyarakat jadi Celah Penipuan

  • November 12, 2024
Rendahnya Literasi dan Kesadaran Masyarakat jadi Celah Penipuan

Walikota Semarang Berkomitmen Dukung Pemberdayaan Perempuan

  • November 12, 2024
Walikota Semarang Berkomitmen Dukung Pemberdayaan Perempuan

Prototipe Mobil Karya Mahasiswa UGM Raih Prestasi di AS

  • November 12, 2024
Prototipe Mobil Karya Mahasiswa UGM Raih Prestasi  di AS

Viral Wali Murid Paksa Siswa SMA Sujud Menggonggong

  • November 12, 2024
Viral Wali Murid Paksa Siswa SMA Sujud Menggonggong