PARA petanipetani di kabupaten Sragen, Jawa Tengah berharap gagasan penggantian pupuk subsidi ke Bantuan Langsung Petani (BLP) yang disuarakan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar PandjaitanLuhut Binsar Pandjaitan bisa direalisasi.
Harapan petani Sragen yang tergabung dalam wadah Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) itu menyeruak di tengah langkah penolakan dari petani gabungan organisasi petani di Jawa Timur beberapa hari sebelumnya.
“Memang belum menjadi representasi sepenuhnya suara KTNA Sragen atau pun KTNA Jateng. Namun saya melihat banyak yang berharap agar gagasan Menkomarves itu bisa direalisasi. Sebab kami mencermati,BLP lebih konkrit untuk membantu petani,” terang Ketua KTNA Sragen, Suratno kepada Mimbar Nusantara, Kamis (22/8).
Menurut dia, jika pemerintah serius mengelola pertanian Indonesia, tentunya segera membenahi data pertanian yang masih amburadul. Pembenahan ini tentu akan mendukung, jika gagasan Luhut terkait BLP direalisasi.
Data yang harus dibenahi segera ini, ujar Suratno adalah menyangkut tentang diri petani, petani penggarap, petani sewa lahan, petani pemilik lahan.
“Kami KTNA punya itu, tinggal di cocokkan dengan data pemerintah, atau seperti pelaporan data RDKK,” sambung dia.
KTNA Sragen tidak sependapat dengan banyaknya suara miring, bahwa sistem bantuan petani langsung (BLP) akan banyak disimpangkan dan tidak tepat sasaran, seperti asumsi bahwa bantuan yang cair bukan dibelikan pupuk namun untuk kepentingan lain.
Subsidi pupuk
Pada bagian lain dia berujar, jika kekhawatiran sistem BLP akan tidak tepat sasaran dan banyak terjadi penyimpangan, KTNA Sragen justru menyarankan subsidi pupuk sebaiknya dihapus, asal harga gabah pasca panen ditetapkan minimal Rp7000.
Kemandirian pangan
Karena itu, agar kemandirian pangan Indonesia kokoh dan berkelanjutan, KTNA lebih senang jika nantinya, duet pemerintahan Prabowo – Gibran bisa mengembalikan fungsi Bulog sebagai badan penyangga pangan, dan bukan Perum seperti sekarang .
Sebab dengan status Perum Bulog, tata kelola pangan akan terus merugikan petani.” Jika masih Perum, Bulog gagak menolong petani, karena mereka lebih mengedepankan bisnis untuk mencari untung. Mudah mudahan suara petani sebagai pelaku lapangan, kali ini bisa didengar penguasa,” pungkas Suratno. (WID/N-01)