TIM penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau resmi menahan tersangka Syahril Abu Bakar atau SAB yang juga mantan Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Riau. Sebelumnya dia telah melalui serangkaian proses penyidikan tindak pidana korupsi terhadap penyelewengan dana hibah PMI Riau 2019-2022 dengan kerugian negara Rp1,1 miliar.
Selain itu tim jaksa penyidik juga telah melakukan penahanan terlebih dahulu terhadap tersangka Rambun Pamenan atau RP yang merupakan bendahara PMI Riau.
“Tersangka SAB yang merupakan Ketua PMI Riau diduga kuat telah melakukan tindak pidana korupsi penyelewengan dana hibah PMI Riau 2019-2022 bersama dengan tersangka RP dengan cara fiktif atau markup sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp1,1 miliar,” kata Kasipenkum dan Humas Kejati Riau Zikrullah, Kamis (12/12).
Selanjutnya tim jaksa penyidik membawa tersangka SAB ke Rutan Kelas 1 Pekanbaru untuk dilakukan penahanan atas dasar Surat Penetapan Tersangka Nomor : Tap.Tsk-04/L.4.5/Fd.1/12/2024 dan Surat Perintah Penahanan Nomor : Print-05/L.4/Fd.1/12/2024.
Dana hibah
Untuk diketahui, PMI Riau selama tahun 2019-2022 mendapat dana hibah dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau berdasarkan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) setiap tahunnya.
Dana hibah tersebut dipergunakan untuk mendanai program atau kegiatan PMI Riau sesuai dengan rencana penggunaan belanja hibah atau proposal yang diajukan oleh PMI Riau yang kemudian dituangkan dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD), dengan rincian, belanja rutin, belanja barang, biaya pemeliharaan inventaris, biaya perjalanan dinas, belanja publikasi, biaya pembinaan dan pengembangan organisasi, biaya operasional kendaraan, dan belanja BBM.
Adapun selama tahun 2019-2022, PMI Riau mendapat dana hibah dengan total Rp6.150.000.000 atau Rp6,1 miliar. Kedua tersangka diduga menggunaan dana hibah PMI pada 2019-2022, untuk kepentingan pribadinya dan tidak sesuai peruntukannya.
Mark up harga
Untuk mengelabui pertanggungjawaban, tersangka membuat nota pembelian fiktif yaitu mengubah, meniru, dan dibuat palsu. Kemudian membeli barang dengan mark up harga dan terdapat kegiatan atau program yang fiktif.
Selain itu, pemotongan sebagian dana yang seharusnya diterima oleh pihak yang berhak, pembayaran gaji pengurus atau gaji staff markas atas nama orang-orang yang namanya dicatut padahal tidak ada bekerja sebagai pengurus maupun sebagai staf markas. (Rud/N-01)