ANGKA stunting tertinggi di Kabupaten Sleman tersebar di wilayah Kapanewon (Kecamatan) Seyegan, Minggir, Pakem dan Turi. Keempat kapanewon ini bukan daerah miskin.
Berdasarkan Audit Kasus Stunting (AKS) yang dilakukan di Seyegan dan Pakem, kasus stunting disebabkan pola makam balita tidak tepat.
Makanan diberikan belum adekuat karena menitikberatkan pada camilan.
“Jadi masih pada pola asuh belum bagus. Salah satunya menitikberatkan pada camilan ke anak, tidak ada jadwal teratur ketika makan, ini dimulai ketika MPASI,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Cahya Purnama.
“Seyegan dan Pakem tertinggi pada tahun 2023, sekarang bergeser ke Minggir dan Turi, meskipun Seyegan dan Pakem masih tinggi juga,” lanjutnya.
Kapanewon Minggir menjadi Kapanewon dengan angka stunting tertinggi, yaitu 8,5 persen.
Disusul Kapanewon Pakem sebesar 7,5 persen, lalu Kapanewon Seyegan sebesar 7,08 persen, dan Kapanewon Turi sebesar 6,61 persen.
Ia menduga para orang tua yang bekerja kemudian menitipkan anak-anaknya kepada pengasuh atau nenek yang tidak memiliki pengetahuan cukup terkait asupan gizi anak.
“Stunting di Sleman bukan karena kemiskinan. Data kami, (stunting) yang disebabkan kemiskinan hanya 5 persen, sedangkan 90 persen ke atas karena pola asuh,” tutur Cahya.
Selain itu stunting disebabkan masih adanya ibu hamil yang berisiko tinggi melahirkan bayi prematur.
Cahya menyebut di empat Kapanewon tersebut masih banyak bayi lahir dengan berat badan rendah.
“Tingginya angka stunting disebabkan oleh tata laksana follow up bayi prematur atau berat badan lahir rendah (BBLR) yang kurang optimal,” jelasnya.
Stunting di Sleman jadi tanggungjawab bersama
Angka stunting di Kabupaten Sleman tahun 2024 melalui pengukuran Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM) di angka 4,41 persen.
Selain itu akses ke penjaminan pembiayaan kesehatan masih belum merata. Hal itu disebabkan banyak warga belum memahami bahwa stunting juga ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Pemberian insentif asupa gizi balita berupa makanan tambahan (PMT) tidak sesuai target.
Kemudian kasus perawakan pendek non stunting atau kasus stunting dengan red flag belum semua dirujuk untuk ditangani dokter spesialis anak.
“Dan perilaku merokok di rumah tangga. Ini menyebabkan infeksi pernapasan berulang pada balita,” pungkasnya.
Penjabat Sementara Bupati Sleman Kusno Wibowo menegaskan sampai saat ini stunting di Sleman masih menjadi pekerjaan harus diselesaikan bersama.
“Penurunan angka stunting bukan hanya tanggungjawab dinas kesehatan, tetapi menjadi tanggungjawab seluruh OPD menyesuaikan dengan ketugasannya,” kata Kusno kepada wartawan, Senin (14/10).(AGT/S-01)