
INSITUT Teknologi Bandung (ITB) kembali menggelar Studium Generale pada Rabu (5/3) di Aula Barat, ITB Kampus Ganesha. Topik yang diangkat pada kali ini adalah ‘Inovasi Multidisiplin dalam Industri Farmasi, Menjawab Tantangan Kesehatan Nasional dan Global’.
Wakil Direktur Utama PT Bio Farma, Soleh Ayubi menekankan pentingnya kolaborasi lintas disiplin dalam menghadapi tantangan kesehatan, baik di tingkat nasional maupun global. Ia memperkenalkan PT Bio Farma sebagai perusahaan BUMN yang bergerak di sektor farmasi dan kesehatan, yang kini menjadi holding dengan 16 anak dan cucu perusahaan.
“Salah satu inovasi yang dikembangkan PT Bio Farma adalah produksi serum anti-bisa ular, sebuah solusi atas tingginya angka kematian akibat gigitan ular di Indonesia, yang diperkirakan mencapai 5.000 kasus per tahun,” ungkap Ayubi.
Layanan kesehatan
Menurut Ayubi, PT Bio Farma memiliki visi membangun end-to-end healthcare ecosystem, mencakup seluruh rantai pasok layanan kesehatan dari hulu ke hilir. Perusahaan ini juga berkontribusi di tingkat global dengan mengekspor produknya ke 153 negara, serta telah memberikan manfaat bagi lebih dari 700 juta anak di seluruh dunia melalui berbagai program vaksinasinya.
“PT Bio Farma berupaya memperoleh standar global WHO serta berkolaborasi dengan berbagai lembaga internasional seperti UNICEF, GAVI dan Islamic Development Bank untuk memperluas akses vaksin ke negara berkembang. Selain distribusi, kami juga aktif dalam riset dan inovasi farmasi, mendorong sinergi industri, akademisi dan pemerintah guna mewujudkan end-to-end healthcare ecosystem yang berkelanjutan,” beber Ayubi.
Butuh kolaborasi
Ayubi menekankan bahwa banyak permasalahan besar tidak bisa diselesaikan sendiri, melainkan membutuhkan kolaborasi lintas disiplin dan negara. Dalam industri farmasi, kerja sama ini menjadi kunci dalam mengatasi tantangan global, termasuk dalam pengembangan dan distribusi vaksin. Salah satu contohnya adalah vaksin polio, yang hingga kini masih dibutuhkan di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat.
“Melalui kemitraan dengan UNICEF dan Bill & Melinda Gates Foundation, PT Bio Farma juga telah mendistribusikan 300 juta dosis vaksin polio suntik, dengan total produksi mencapai 1 miliar dosis,” jelas Ayubi.
Ayubi menambahkan, untuk vaksin polio oral, PT Bio Farma telah menguasai 80-90% pangsa pasar global. Selain itu, juga ikut berperan dalam produksi vaksin covid-19 melalui kolaborasi dengan mitra internasional. Kemampuan mendefinisikan masalah dengan tepat adalah keterampilan fundamental yang menentukan efektivitas sebuah solusi.
Kesalahan dalam tahap ini dapat berujung pada solusi yang tidak tepat sasaran. Prinsip ini juga diterapkan di PT Bio Farma, di mana pendekatan berbasis data dan kolaborasi lintas disiplin menjadi kunci dalam mengembangkan inovasi di industri farmasi.
Tingkatkan efisiensi produk
“Kolaborasi multidisiplin tidak hanya penting dalam pengembangan produk farmasi, tetapi juga dalam meningkatkan efisiensi produksi. Bio Farma terus menerapkan transformasi digital dengan mendorong inisiatif berbasis teknologi mutakhir, seperti machine learning, untuk mengoptimalkan proses produksi,” tutur Ayubi.
Selain itu lanjut Ayubi, digitalisasi melalui Q100+ dalam aspek kualitas dan kontrol produksi berpotensi menghemat hingga Rp94 miliar, sekaligus memberikan nilai tambah serta meningkatkan efisiensi proses manufaktur.
Inovasi lintas disiplin ini membuktikan bahwa sinergi antara teknologi dan industri farmasi, dapat menjadi solusi dalam menghadapi tantangan kesehatan nasional maupun global. (Rava/N-01)