
MASYARAKAT Transportasi Indonesia (MTI) mengusulkan program transportasi publik bisa menjadi materi debat antara calon kepala daerah pada Pilkada serentak di Jawa Tengah.
Alasannya, keberadaan angkutan perkotaan dan angkutan perdesaan di Jateng sudah banyak yang tidak beroperasi.
Karena itu, pembenahan transportasi publik layak dijadikan isu dalam debat para paslon kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kota/kabupaten.
“Selama ini banyak program yang ditawarkan, semua bertujuan menyejahterakan, Namun terkadang yang ditawarkan itu jauh dari harapan,” kata Wakil Ketua Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah MTI Pusat, Djoko Setijowarno, Senin (16/9).
“Tetapi kami menilai pembenahan transportasi publik sangat layak ditawarkan,” lanjutnya.
Menurutnya transportasi publik sudah menjadi kebutuhan dasar seperti halnya sandang, pangan, perumahan, pendidikan dan kesehatan.
Sejauh ini keberadaan transportasi publik sebagai kebutuhan dasar belum didukung Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2024 tentang Pemda.
MTI mencermati banyak pemda terkendala anggaran minim, sehingga tidak mampu membenahi angkutan umum di daerahnya.
Ditambah lagi, sektor perhubungan urusan wajib tidak terkait dalam pelayanan dasar, yang tertuang dalam UU 14 Tahun 2014 tentang Pemda.
Dengan fakta itu anggaran yang dialokasikan ke Dinas Perhubungan sangat kecil dibandingkan pendidikan dan kesehatan.
Dari data Kajian Teknis Angkutan Perkotaan Direktorat Jendral Perhubungan Darat tahun 2019, proporsi anggaran Dinas Perhubungan di beberapa kota di Indonesia kisaran 0,22 persen-3,1 persen dari total APBD.
Dari fakta itu, pakar transportasi publik itu tidak ragu menyebut, Indonesia sebenarnya tengah mengalami krisis transportasi umum.
Jumlah angkutan umum semakin tahun terus berkurang. Bahkan banyak kota yang sudah tidak memiliki layanan angkutan umum.
Sejak tahun 2005, awal revolusi sepeda motor yang mudah didapat, masyarakat mulai beralih menggunakan sepeda motor ketimbang memilih kendaraan umum. Selain lebih murah, juga lebih efektif dalam bermobilitas.
“Masyarakat menggunakan angkutan umum cenderung menurun. Kondisi angkutan umum perkotaan di banyak kota dan desa tidak beroperasi,” kata akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijopranoto Semarang itu.
Transportasi Publik Jadi Materi Debat
Tidak adanya layanan angkutan umum berkorelasi dengan kenaikan angka putus sekolah di kalangan pelajar.
Hal itu tertuang dalam kajian Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Provinsi Jawa Tengah
Bagi orang tua yang mampu dapat membelikan sepeda motor. Namun, yang tidak mampu memilih tidak melanjutkan sekolah.
“Pada gilirannya, ada kenaikan angka perkawinan usia anak meningkat. Tentunya hal tersebut akan memunculkan banyak masalah,” imbuh dia.
Dia tegaskan, ketiadaaan layanan transportasi publik, bukan sekedar memunculkan masalah kemacetan lalu lintas, polusi udara, kecelakaan lalu lintas.
Data yang diperoleh MTI bahwa pengeluaran terbesar dalam pembiayaan rumah tangga adalah transportasi.
Setidaknya tiga pengeluaran teratas kelompok calon kelas menengah dan kelas menengah adalah pembelian kendaraan pribadi, baik mobill atau sepeda motor. Lalu sewa atau kontrak rumah, dan pembelian BBM.
“Dan pengeluaran transportasi per bulan masih lebih tinggi dibandingkan pengeluaran pendidikan per bulan. Ketiadaan layanan angkutan umum di kawasan hunian menjadi penyebabnya,” tegas dia.
Selama Pilkada, program pembenahan transportasi publik sangat jarang ditawarkan ke masyarakat.
MTI berharap KPU di daerah dapat menjadikan masalah transportasi umum jadi materi debat antara calon kepala daerah.
“Sejauh ini hanya Daerah Khusus Jakarta yang rutin menjadikan transportasi sebagai materi debat para calon Gubernur Jakarta,” pungkas pengurus MTI Pusat itu. (WID/S-01)