KESELAMATAN pemudik masih diabaikan atau belum menjadi prioritas. Hal itu diungkapkan oleh pengamat transportasi, Djoko Setijowarno.
Ia menuding keselamatan pemudil dalam merancang persiapan untuk pengamanan angkutan mudik lebaran 2025 belum diprioritaskan.
Penyikapan kritis menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur Pembangunan Kewilayahan (IPK) Agus Harimurti Yudhoyono bahas antisipasi kemacetan arus mudik lebaran.
AHY usai memimpin rapat bersama Menteri Perhubungan Dudy Purwangandhi, Rabu (8/1) menegaskan pemerintah ingin memastikan para pemudik aman dan nyaman ketika melakukan perjalanan mudik lebaran.
“Pertama, kita ingin meyakinkan sekali lagi, aman dulu nomor satu. Yang kedua, nyaman. Nah, kemacetan itu harus diurai,” ungkap Menko IKP itu.
Tidak adanya aspek keselamatan yang secara tegas diungkap AHY kepada pers membuat Wakil Ketua Umum Bidang Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia Pusat itu mempertanyakannya
“Beliau hanya menegaskan yang pertama aman, kedua nyaman. Apa keselamatan belum prioritas. Keselamatan belum jadi priorotas negara,” kata Djoko kepada Mimbar Nusantara, Kamis (9/1).
Dia khawatir, tanpa ada prioritas keselamatan, kecelakaan akan terus berulang di kemudian hari.
Djoko mencontohkan kecelakaan bus pariwisata yang menewaskan 4 penumpang di Kota Batu.
Bus tersebut menabrak 16 kendaraan bermotor pada Rabu (8/1) malam akibat rem blong.
Dalam laman resmi Kementerian Perhubungan, menyebutkan izin angkutan bus bernomor polisi DK 7942 GB itu kedaluwarsa sejak 26 April 2020.
Uji berkala kendaraan pun sudah habis masa berlakunya sejak 15 Desember 2023.
Fakta itu setidaknya menunjukkan bahwa pemerintah dinilai masih kurang dalam hal pengawasan sistem menejemen keselamatan transportasi umum.
Begitu halnya pihak perusahaan oto bus atau pariwisata, abai terhadap sistem keselamatan armada yang dioperasionalkan.
Ia mendorong agar anggaran program keselamatan di Kemenhub jangan sampai dikurangi. “Bila perlu ditambah agar angka kecelakaan tidak meningkat,” saran pengamat transportasi kritis dari Semarang ini. (WID/S-01)