PAKAR komunikasi politik UGM, Kuskridho Ambardi, MA, Ph.D., memprediksi besar kemungkinan pemerintahan Prabowo cenderung melanjutkan kepemimpinan Jokowi. Namun ada perbedaan ciri yang ditunjukkan dari sikap Prabowo di media selama ini.
“Saya melihat Pak Prabowo itu suka dengan kemegahan. Beliau memiliki latar belakang militer, dan saya kira ini nanti ada implikasinya dengan cara beliau memimpin,” tutur Dodi, sapaan Kuskridho Ambardi, dalam Diskusi Pojok Bulaksumur UGM yang bertajuk ‘Jelang Pelantikan Presiden, Pesan Pemerintah, dan Cara Pandang Universitas kepada Pemerintahan ke Depan’ di halaman selasar barat Gedung Pusat UGM, Rabu (25/9).
Dodi pun mengutip sejumlah pernyataan Prabowo tentang rencana program kerja yang dicetuskan selama berkampanye. Menurutnya, Prabowo akan berfokus memperkuat pengaruh Indonesia di ranah internasional, ketahanan, dan kemandirian. Kemandirian itu dapat berupa kemandirian ekonomi, pangan, dan ketahanan.
Sedangkan dari segi partisipasi masyarakat, Dodi memprediksi akan adanya penurunan dibanding masa pemerintahan Jokowi selama sepuluh tahun terakhir.
“Pak Prabowo pernah berkata akan berguru langsung dengan Pak Jokowi, tidak dengan pakar atau expert. Mungkin beliau membentuk pemerintahan ini bukan dalam dialog, tapi barisan,” tambahnya.
Ia menegaskan sistem pemerintahan tersebut sangat sesuai dengan latar belakang militer Prabowo, namun memiliki banyak kekurangan jika diimplementasikan di pemerintah.
Banyak kepentingan
Soal jumlah orang yang duduk di kabinet, Dodi menyebutkan komposisinya akan berpengaruh pada jalannya pemerintahan. Maka sah-sah saja jika Prabowo ingin membentuk kabinet yang ‘gemuk’ selama tetap bekerja secara efektif untuk kesejahteraan masyarakat.
“Tapi saya melihat Pak Prabowo ini berfokus membentuk batalyon yang besar dan disiplin. Jadi saya kira kesejahteraan rakyat itu belum terlihat dalam pertimbangan Pak Prabowo,” lanjut Dodi.
Pola kabinet “gemuk”, kata Dodi, dikhawatirkan akan menghasilkan pemerintahan yang terlalu banyak kepentingan dan lambat dalam bekerja. Jika jumlah kementerian dan badan pemerintah ditambah, akan memerlukan lebih banyak anggaran hanya untuk melaksanakan program pemerintah.
Soroti DPR
Sementara pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukun UGM, Dr. Yance Arizona menyoroti langkah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) baru saja mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Kementerian Negara. Keputusan tersebut mengubah beberapa ketentuan, termasuk dihapuskannya batasnya jumlah kementerian.
Yance menyayangkan peran badan legislatif yang justru menjadi alat kepentingan bagi pemerintah eksekutif. Sebab, tabiat ini sudah dibentuk sejak pemerintahan Jokowi berlangsung, ketika banyak petinggi partai yang diangkat menjadi menteri.
“Kalau kita melihat pembentukan UU di masa transisi ini, undang-undangnya tentang kepentingan eksekutif tapi munculnya dari DPR. Jadi dia bukan lagi lembaga mandiri untuk kepentingan rakyat, tapi sudah bisa dititipkan oleh kekuasaan eksekutif,” terang Yance.
Yance berharap kabinet Prabowo tidak mengulang sistem yang sama dan mengembalikan fungsi badan pemerintahan sebagaimana mestinya.
Tidak boleh netral
Melihat selama ini kontrol DPR yang kurang maksimal dalam mengawasi kinerja pemerintah, Yance menilai kampus sebagai pusat pendidikan dan pakar menjadi salah satu agen penting dalam mengawal pemerintahan selanjutnya. Menurutnya, seluruh Perguruan Tinggi diharapkan bisa menyatakan keberpihakannya pada kepentingan rakyat dengan mengkaji kebijakan yang dibuat pemerintah.
“Menurut saya panggilan ke depan akademisi itu tidak boleh netral, harus berpihak pada kepentingan publik. Begitupun dengan mengkritik, harus membuat model kritik yang ‘bising’ agar didengar,” tambahnya.
Meski belum resmi dilantik, katanya, kepemimpinan Prabowo-Gibran tentunya sangat dinantikan mengingat banyaknya kontroversi yang muncul selama proses pemilihan maupun transisi pemerintahan. Bagaimanapun bentuk kabinet dan sistem pemerintahannya nanti, diharapkan mampu menempatkan kepentingan publik sebagai prioritas utama. (AGT/N-01)