
TIDAK sedikit anak Indonesia yang bernasib kurang beruntung. Mereka terlahir di luar negeri karena keadaan tertentu yang memaksa. Alhasil banyak di antara mereka yang tidak memiliki dokumen resmi.
Meski begitu jangan pernah meragukan nasionalimes anak-anak diaspora tersebut. Hal itu dituturkan seorang Aparatus Sipil Negara, Yunis Eka Putra yang terpilih menjadi sebagai Duta Teknologi dan Kapten Belajar untuk Sekolah Indonesia Luar Negeri (SILN).
Menurut Yunis yang berasal dari Padang, Sumatera Barat dan ditempatkan di Jedah, Arab Saudi, dalam beberapa kali event olimpiade sains, para siswa yang diasuhnya mampu menjuarai tingkat nasional di Jakarta. Mereka datang ke Indonesia untuk mengikuti lomba dan mereka juara.
“Soal nasionalisme Indonesia untuk siswa di Jeda tidak diragukan lagi. Mereka bisa berbahasa Indonesia dengan baik, bisa menyanyikan lagu Indonesia Raya dan sejenisnya. Sentuhan dengan budaya setempat tidak menyurutkan niat siswa di Jeda untuk tetap cinta Indonesia. Mereka tetap diajarkan tentang Indonesia dengan baik dan berkualitas,” tegas Yunis
Yunis mengaku sebelumnya adalah seorang ASN di Kementerian Pendidikan dan Ristek. Yunis terpilih sebagai Duta Teknologi Tahun 2023 dari Sekolah Indonesia Luar Negeri. Duta teknologi adalah guru terpilih yang mengimplementasikan praktik baik dalam pemanfaatan platform teknologi berbasis e-pembelajaran.
Melalui praktek baik ini Duta Teknologi menjadi inspirator bagi guru lain dan melakukan upaya penyebaran dan peningkatan pemanfaatan platform teknologi untuk mendukung implementasi Kurikulum Merdeka Belajar di seluruh Indonesia atau di sekolah masing-masing di seluruh Indonesia. Para Duta Teknologi ini memiliki tanggung jawab untuk memanfaatkan, berkontribusi dan menyebarkan penggunaan platform teknologi berbasis e-pembelajaran dalam mendukung peran di dunia pendidikan.
Pada Rabu malam (24/4/2024), ratusan duta teknologi dari beberapa angkatan 2020 sampai 2023 bertemu di Kuta Bali, tepatnya di Kartika Plaza Kuta. Mereka bertemu untuk berbagi pengalaman untuk mencerdaskan anak bangsa. Sementara dari Sekolah Indonesia Luar Negeri terpilih Yunis Eka Putra. Yunis bergabung dengan puluhan atau ratusan Duta Teknologi dari Indonesia untuk berbagi pengalaman, bertukar informasi dan suka duka menjadi Duta Teknologi di Sekolah Indonesia Luar Negeri.
Yunis mengisahkan jika dirinya memiliki 1200 siswa mulai dari jenjang TK, SD, SMP dan SMA. Sementara jumlah guru hanya sebanyak 47 orang. Para siswa ini umumnya adalah hasil perkawinan para pekerja migran asal Indonesia. Bisa ayahnya dari Indonesia dan juga bisa ibunya asal Indonesia. Tetapi lebih banyak ibunya yang asal Indonesia dan menikah dengan pria asal India, Pakistan atau sesama pekerja migran dari beberapa negara lainnya yang bekerja di Arab. Mereka umumnya sudah 30 tahun atau 40 tahun bekerja di Arab.
“Salah satu tantangan dan kendala terbesar kami adalah banyak siswa yang undocument, atau tidak memiliki dokumen resmi, izin tinggal dan sejenisnya. Jadi kita misalnya paginya masih mengajar siswa tersebut, tetapi sorenya atau malamnya sudah ditangkap oleh petugas Arab, lalu dideportasi ke Indonesia. Ini kondisi yang sangat miris. Sementara para orangtuanya atau ibunya sudah jarang pulang ke Indonesia,” ujarnya.
Sementara untuk kondisi pembelajaran sangat kondusif. Bahasa resmi di lingkungan sekolah adalah bahasa Indonesia. Kurikulum yang dipakai adalah kurikulum Indonesia. Mata pelajaran sama dengan sekolah di Indonesia. “Namun siswa kita dalam interaksi sosial memang sudah berbaur dengan warga Arab. Mereka punya kelebihan yakni bisa berbahasa asing dengan baik, seperti bahasa Inggris dan Bahasa Arab. Ini saja keunggulannya. Selain itu sama persis dengan Indonesia,” ujarnya. (Ard/M-01)