PARA seniman penyandang disablitas menggelar pameran bertajuk ‘Akar Rasa Setara’ yang diadakan di Equalitera Art Space, di Ring Road Barat, Ngrukeman, Tamantirto, Kasihan Bantul. Pameran yang dibuka setiap hari hingga 14 Oktober mendatang itu diinisiasi Yayasan Jogja Disabilitas Arts dengan dukungan Kemendikbud lewat Dana Indonesiana. Pameran itu menjadi penanda soft launching Equalitera Art Space.
Ketua Yayasan Jogja Disability Art Sukri Budi Darma mengungkap Akar Rasa Setara, merupakan gabungan dari tiga kata yang dijadikan menjadi satu frasa.
“Akar dimaksudkan sumber dari sebuah keadaan, Rasa merupakan estetika khas Indonesia Bahasa/citra artistik didefinisikan sebagai rasa,” jelasnya, Rabu (3/10/2024).
Menurut dia ,Akar Rasa Setara dimaknai sebagai tradisi, adat istiadat, kearifan lokal, dan kebiasaan sehari-hari masyarakat Nusantara, yang disadari atau tidak, memiliki spirit kesetaraan atau inklusivitas.
Tanggung jawab seniman
Sementara Staf Ahli Menteri Kominfo, Rudi Gunawan mengatakan pameran ini selain menunjukkan kemampuan dan tanggungjawab seniman kepada masyarakat juga menjadi inspirasi agar kesenian dapat menjadi medium yang mempercepat terciptanya masyarakat inklusif.
“Kominfo saat ini menjadi salah satu kementerian yang website-nya sudah akses, sudah ada fasilitas fitur-fitur seperti bahasa isyarat untuk tunarungu, untuk teman-teman tunanetra ada voice, jadi kita concern untuk membuat masyarakat penyandang disabilitas menjadi bagian dari kita semua,” katanya.
Sementara itu, kurator pemeran Nano Warsono mengatakan, Akar Rasa Setara merupakan gabungan dari tiga kata yang dijadikan menjadi satu frasa. Akar dimaksudkan sumber dari sebuah keadaan, Rasa merupakan estetika khas Indonesia.
“Akar Rasa Setara, dimaknai sebagai tradisi, adat istiadat, kearifan lokal, dan kebiasaan sehari-hari masyarakat Nusantara, yang disadari atau tidak, memiliki spirit kesetaraan atau inklusivitas,” katanya.
Spirit inklusivitas
Menurut dia, spirit inklusivitas tercermin dalam beberapa hal. Di antaranya, gotong royong yang tumbuh di masyarakat, abdi dalem di Keraton yang memosisikan pentingnya keberadaan disabilitas, serta punakawan dalam cerita pewayangan.
“Akar Rasa Setara merupakan ruang pertemuan inklusif para pelaku seni dengan latar belakang berbeda-beda. Khususnya mempertemukan seniman disabilitas dan non-disabiltas dalam sebuah pameran bersama. Sehingga dapat menjalin komunikasi dan bertukar pengalaman melalui karya seni,” katanya.
Menurut dia, selama pameran akan diisi kelompok musik Gandana, berasal dari kata Ganda Guna. Musik dimainkan memakai alat bantu disabilitas, sehingga kelompok musik ini memodifikasi berbagai alat bantu difabel menjadi alat musik, yaitu kursi roda menjadi drum, krug menjadi bas, gitar, dan biola.
Sementara itu Kurator Nano Warsono yang juga dosen ISI Yogyakarta menambahkan ‘Akar Rasa Setara’, merupakan ruang pertemuan inklusif para pelaku seni dengan latar belakang yang berbeda-beda.
Ruang edukasi
“Khususnya, mempertemukan seniman disabilitas dan non disabiltas dalam sebuah pameran bersama. Sehingga dapat menjalin komunikasi dan bertukar pengalaman melalui karya seni,” kata Nano Warsono.
Nano Warsono juga menjelaskan tentang Equalitera diambil dari kata Equality (setara) dan terra, yang berarti tanah atau bumi, tempat hidup. Sedang Litera, diambil dari literasi. Dimaknai sebagai pengetahuan, keterampilan dalam aktivitas tertentu. Equalitera, diartikan sebagai tempat hidupnya pengetahuan dan ketrampilan yang mengedepankan kesetaraan.
Equalitera menurut Nano dapat menjadi ruang edukasi seni yang inklusif, menjadi wadah pengembangan karier disabilitas pelaku seni, equalitera turut berperan mewujudkan ekosistem seni yang inklusif, serta melakukan pewacanaan dan pengarsipan berbagai kegiatan seni disabilitas.
Pameran Akar Rasa Setara diikuti 35 seniman dan 4 komunitas/kelompok. Pada acara pembukaan pameran akan disemarakkan penampilan kelompok musik Gandana. Gandana adalah kelompok musik kolaboratif yang beranggotakan enam personil. Nanang Garuda (biola), Frans (gitar), Kholis (difabel fisik) pada bas, Malik (drum), Aat dan Reza keduanya tottaly blind sebagai vokalis sekaligus fluid (seruling). Gandana lahir dan dibidani Yayasan Joga Disability Arts (JDA) pada akhir 2023. (AGT/N-01)