
KEMENTERIAN Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan (Ditjen Gakkum) bergerak cepat mengidentifikasi faktor kerusakan lingkungan di hulu daerah aliran sungai (DAS) yang diduga memperparah dampak banjir dan longsor di wilayah hilir.
Analisis awal yang diperkuat verifikasi lapangan menunjukkan, selain hujan ekstrem, terdapat indikasi kerusakan lingkungan di hulu DAS Batang Toru dan DAS Sibuluan di Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan.
Kerusakan tutupan hutan di lereng dan hulu DAS diduga menurunkan daya serap tanah, sehingga hujan ekstrem lebih cepat berubah menjadi aliran permukaan (run-off) yang memicu banjir dan longsor. Temuan material kayu yang terbawa arus juga mengindikasikan adanya pembukaan lahan dan penebangan yang tidak sesuai ketentuan.
“Kami melihat pola yang jelas: di mana ada kerusakan hutan akibat aktivitas ilegal, potensi bencana di hilir meningkat signifikan. Aktivitas di PHAT yang seharusnya legal justru terindikasi disalahgunakan untuk membalakkan hutan negara di sekitarnya. Ini kejahatan luar biasa yang mengancam keselamatan rakyat,” ujar Direktur Jenderal Gakkum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho.
Ditjen Gakkum telah membentuk tim gabungan untuk mengumpulkan bahan dan keterangan terkait dugaan perusakan hulu DAS. Dari identifikasi awal, terdapat 12 subjek hukum—baik korporasi maupun perorangan—yang diduga terkait gangguan tutupan hutan. Meski menghadapi medan sulit dan cuaca ekstrem, tim tetap melanjutkan verifikasi lapangan.
Sejak 4 Desember 2025, tim memasang papan larangan pada lima lokasi terindikasi: dua titik di area konsesi PT TPL serta tiga titik di lahan Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) atas nama JAM, AR, dan DP. Pada saat yang sama, PPNS Balai Gakkum Sumatera juga menyidik dugaan tindak pidana kehutanan yang melibatkan pemilik PHAT atas nama JAM setelah ditemukan empat truk bermuatan kayu tanpa dokumen sah (SKSHH-KB).
DAS Tapanuli rusak
PPNS menerapkan Pasal 83 ayat (1) huruf b jo. Pasal 12 huruf e UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan ancaman pidana maksimal lima tahun dan denda hingga Rp2,5 miliar. Pemanggilan terhadap 12 subjek hukum dijadwalkan dilakukan pada 9 Desember 2025 untuk pendalaman lebih lanjut.
“Lokasi-lokasi yang terindikasi aktivitas ilegal telah kami segel. Ini bagian dari langkah komprehensif: verifikasi fakta, pengamanan lokasi, dan penyiapan bukti untuk penegakan hukum yang adil dan transparan. Kami juga memperkuat koordinasi dengan instansi terkait untuk memastikan restorasi hulu DAS dan perlindungan bagi masyarakat terdampak,” tegas Dwi.
Selain proses pidana kehutanan, Ditjen Gakkum juga mengkaji penerapan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) guna menelusuri dan menyita aset hasil kejahatan, serta gugatan perdata berdasarkan Pasal 72 jo. 76 UU Kehutanan untuk memulihkan fungsi ekosistem.
Kementerian Kehutanan juga menyiapkan langkah teknis pemulihan hulu DAS bersama Ditjen Pengelolaan DAS dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH), pemerintah daerah, dan masyarakat. Program mencakup rehabilitasi vegetasi, pengendalian erosi, dan penataan alur sungai yang tersumbat material.(*/S-01)








