PENULIS buku ‘Gibran The Next President’ Ahmad Bahar mengaku kecewa dengan pembatalan acara bedah bukunya. Pasalnya hal itu dilakukan beberapa jelang hari H.
“Selain rugi materi dan non materi, saya malu,” ungkap pria alumnus Fakultas Sastra UGM itu kepada para wartawan di sebuah cafe kawaaan Keprabon, Jumat petang (14/6).
Event Organizer (EO) yang sudah bersepakat dengan Ahmad Bahar itu sedianya menyediakan tempat bedah buku dan sekaligus peluncuran buku di sebuah hotel berbintang di kawasan Laweyan.
Namun dengan alasan kegiatan bersifat politis, EO membatalkan kegiatan yang dirancang Jumat sore (14/6). Pembatalan buku hanya kurang dua tiga hari sebelum hari H. Padahal sudah banyak tamu yang datang.
Ahmad Bahar mengaku dirugikan secara materi dan non-materi akibat pembatalan tersebut. Akhirnya ia pun memindahkan lokasi di kawasan Keprabon, dengan tamu undangan yang lebih sedikit .
“Tim EO dari Solo katanya sangat dekat dengan Gibran. Katanya lagi sudah clear. Namun hanya kurang dua tiga hari sebelum hari H, malah kabur. Membatalkan sepihak,” ungkapnya.
Bahar menyatakan tidak habis pikir terkait alasan pembatalan EO, yang disebut sangat politis. Sebuah alasan yang bagi dia tidak masuk akal. Apalagi buku yang ditulis merupakan karya dengan perspektif budaya.
“Saya tidak tahu politik itu apa, kok begitu ketakutan menggelar acara yang sederhana ini. Tapi ya sudahlah, saya memilih mengambil alih, pada jam yang sama, namun lokasi saya pindah ke Keprabon,” tegasnya.
Ia mengklaim tetap meluncurkan buku itu di Solo untuk membuktikan bahwa buku tersebut murni buku budaya. Yang sangat disayangkan, dengan pembatalan di lokasi pertama yang disediakan EO, membuat Walikota Gibran yang juga Wapres terpilih tidak hadir.
Sekali lagi ia menegaskan, bahwa buku yang dia tulis tidak terkait politik namun benar benar berangkat dari pemahaman budaya. Buku sudah dicetak puluhan ribu eksemplar. (WID/N-01)