SEBANYAK 16 lukisan mural yang digambar oleh para seniman grafiti dari Yogyakarta ditampilkan di Halaman Gedung Margono Djojohadikusumo, Fakultas Ilmu Bahasa Universitas Gadjah Mada, Selasa (9/7) lalu.
Pameran lukisan mural ini merupakan kegiatan dari workshop grafiti dari salah satu bagian dari rangkaian side event Associate of Asia (AAS)-in-Asia Conference, yang berlangsung 9-11 Juli 2024.
Penanggungjawab Workshop Grafiti, Fira, mengatakan kegiatan workshop grafiti ini merupakan bagian dari riset besar dari peneliti studi Asia dari Universitas Victoria, Australia, Prof. Richard Fox yang bernama Gegayuhan Project.
“Projek ini meneliti aspirasi manusia melalui budaya pop, yang salah satunya ialah street art dan grafiti di Jogja,” kata Fira.
Melalui projek ini, ujarnya, para seniman street art dan grafiti digandenh dalam konferensi AAS in Asia, tidak hanya untuk mendapatkan perspektif dari mereka dari seni grafiti, namun juga sebagai bagian dari hasil diskusi panjang dengan pemerhati seni lukisan mural.
Menurutnya, tidaklah etis apabila membahas tentang komunitas tersebut namun tidak menghadirkan mereka yang terlibat di dalamnya secara langsung.
“Jadi, tidak cuma kita dapat perspektifnya mereka, kita benar-benar belajar dengan mereka dan belajar bersama mereka,” jelasnya.
Ia pun menekankan bahwa mereka bukanlah sebuah objek penelitian, melainkan partisipan, dan semua pihak yang terlibat turut serta berpartisipasi untuk mempelajari lebih lanjut terkait komunitas ini.
Tak hanya itu, kemudian secara lebih lanjut dalam panel yang disampaikan, para seniman ini berbicara mengenai diri mereka dan kontribusi mereka dalam komunitasnya dengan berbagai jalur, seperti akademik, penelitian, bahkan dengan bergabung dengan peserta dari internasional.
“Dibahas juga bagaimana seni grafiti ini bisa masuk ke ruang pameran, kemudian dipandang setara bahkan sebagai bagian yang unik dari seni rupa,” katanya.
Dikatakan Fira, seni grafiti bisa bertahan dan berkembang karena hubungan pertemanan yang menyatukan antar seniman.
“Semua dilakukan bersama dalam kegiatan menggambar bersama, tanpa memperdulikan siapa atau dari mana asalnya,” ujarnya.
Nick, salah satu seniman yang berpartisipasi dalam acara ini ikut menceritakan karya yang ia buat merupakan gambar dari namanya. Ia ingin menunjukan bahwa bentuk dari letter atau tulisan dalam grafiti itu bisa beraneka ragam.
“Ya cuma mau nunjukin aja kalo letter atau tulisan grafiti itu kan bentuknya beda-beda ini, salah satu yang beda juga. Kalau bisa dilihat disini kan banyak kan macam-macamnya,” katanya.
Ia memberikan mengapresiasi para penyelenggara yang melibatkan para seniman di salah satu rangkaian kegiatan konferensi internasional ini.
“Sangat jarang grafiti masuk dalam ranah yang lebih serius seperti ke dalam conference seperti ini,” ujarnya. (AGT/N-01)