
DI media sosial, semakin banyak orang melaporkan pengalaman mereka menjadi korban fenomena baru dalam dunia kencan yang disebut ghostlighting. Bukan, ini bukan tentang lampu tidur berbentuk Casper si Hantu Baik, tapi kombinasi dari dua perilaku buruk yang makin sering terjadi dalam relasi asmara: ghosting dan gaslighting.
Apa Itu Ghostlighting?
Ghostlighting merupakan gabungan dari ghosting—saat seseorang tiba-tiba menghilang tanpa penjelasan di tengah hubungan—dan gaslighting, yaitu manipulasi psikologis yang membuat korbannya meragukan realitas dan penilaian dirinya sendiri.
Ketika seseorang ghosting, ia memutus komunikasi secara tiba-tiba tanpa penjelasan. Hal ini meninggalkan kebingungan dan ketidakpastian bagi korban, yang sering bertanya-tanya, “Apa yang salah? Apa yang aku lakukan?”
Sedangkan gaslighting terjadi ketika seseorang sengaja membuat orang lain meragukan persepsi, ingatan, atau bahkan kewarasannya, lewat pernyataan manipulatif yang terus diulang.
Bagaimana Terjadi?
Terjadi ketika setelah menghilang tanpa jejak, pelaku tiba-tiba kembali, namun bukan dengan permintaan maaf atau penjelasan. Sebaliknya, ia justru bertindak seolah-olah tidak pernah menghilang. Bahkan, bisa jadi menyalahkan korban.
Contoh: Seseorang mengirim pesan seperti, “Aku jadi ingin nonton film bareng kamu,” tanpa mengakui bahwa ia sudah menghilang sejak film itu tayang di bioskop tahun 1991. Lebih parah lagi, ia bisa berkata, “Kenapa kamu nggak hubungi aku?” atau “Kamu aja yang nggak usaha,” padahal korban sudah menelepon 10 kali.
Mengapa Seseorang Melakukan Ghostlighting?
Ada beberapa kemungkinan:
- Alasan pribadi yang enggan dibagikan
Mungkin pelaku sedang menghadapi masalah pribadi, seperti kesehatan atau keuangan. Meski begitu, setidaknya bisa memberi penjelasan singkat sebelum menghilang. - Sedang mengejar orang lain
Mungkin orang tersebut lebih tertarik pada orang lain, namun saat hubungannya gagal, ia kembali ke “cadangan”—yakni Anda. - Sikap manipulatif atau tak peduli
Bisa jadi, ia memang tipe yang manipulatif, tidak jujur, dan tidak peduli pada perasaan orang lain. Jika demikian, jangan berharap hubungan yang sehat apalagi jangka panjang.
Apa yang Harus Dilakukan?
Bruce Y Lee, seorang profesor yang menulis di Psychology Today menjelaskan jika Anda menjadi korban ghostlighting, tanyakan pada diri sendiri: apakah orang seperti ini layak diberi ruang kembali? Ghosting saja sudah menyakitkan, gaslighting membuatnya jauh lebih berbahaya. Seperti menambahkan uranium ke dalam kue yang sudah basi.
Jika Anda tetap ingin memberi kesempatan kedua, pastikan ada penjelasan yang jelas dan jujur. Jangan izinkan orang tersebut masuk kembali ke hidup Anda tanpa batasan. Tindakan itu tidak bisa ditoleransi.
Ingat, Anda yang memegang kendali. Apa pun yang dikatakan pelaku, andalah yang berhak menentukan siapa yang boleh ada di hidup Anda. Sama seperti sekuel film Ghost Rider yang lebih buruk dari yang pertama, hubungan dengan ghostlighter pun biasanya tidak akan lebih baik di babak kedua. (*/S-01)








