
KANJENG Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegoro X berharap keseimbangan antara warisan budaya dan inovasi masa depan bisa menciptakan keselarasan. Dengan begitu menjadi pondasi manusia untuk hidup dalam keharmonisan dan berkelanjutan.
Penegasan itu menjadi narasi kuat dari pengageng adat budaya Pura Mangkunegaran, saat merayakan tradisi peringatan naik tahta tahun ketiga, di Pendapi Ageng Pura Mangkunegaran pada Jumat (7/2/2025).
Tradisi tingalan jumenengan atau perayaan naik tahta tahun yang berlangsung hitmad itu dihadiri sejumlah pejabat negara, politisi, pengusaha maupun seniman. Di antaranya Menteri Pekerjaan Umum (PU) Doddy Hanggodo, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Wamen Diktisaintek) Stella Christie, Wakil Ketua MPR Bambang Wuryanto, politikus sekaligus pengusaha Triawan Munaf, Sherina Munaf, fotografer Darwis Triadi, Anggota DPR RI Ahmad Dhani dan istri, Mulan Jameela, Walikota Solo Teguh Prakosa, dan Walikota Solo terpilih Respati Ardi.
Bentuk identitas
Menurut Gusti Bhre, dalam perspektif kebudayaan, logika membawa manusia pada pemahaman yang rasional dan kemajuan ilmu pengetahuan, sementara rasa memberi makna membentuk identitas serta nilai dalam kebudayaan.
“Tanpa logika kita kehilangan arah dan tanpa rasa kita juga kehilangan makna,” imbuh pemong adat Pura Mangkunegaran tersebut, dalam pidato budayanya.
Mangkunegara X menegaskan, masa depan dari kebudayaan, tergantung dari perpaduan rasa dan pemikiran kontekstual, serta mampu menciptakan komunitas yang kaya akan nilai kemanusiaan.
“Bersama kita membangun peradaban yang lebih bermakna bagi generasi mendatang dan kita percaya dengan melestarikan masa lalu kita memperkuat masa kini untuk membangun masa depan,” lugas dia.
Tarian pusaka
Perayaan naik tahta menjadi pengageng kebudayaan di Pura Mangkunegaran, selalu dimeriahkan dengan tarian pusaka bedaya Anglir Mendung, yang dibawakan 7 penari putri selama 45 menit. Bedaya ini sangat istimewa karena menggambarkan perjuangan Pangeran Samber Nyawa yang menjadi pendiri Kawedanan Mangkunegaran.
Ketua Pelaksana Tingalan Jumenengan Dalem Kaping 3, Gusti Raden Ajeng (GRAj) Ancillasura Marina Sudjiwo mengatakan, Tingalan Jumenengan menjadi penanda tahun kepemimpinan KGPAA Mangkunegara X.
“Harapan seluruh kawula Mangkunegaran, Mangkunegoro X semakin diberkati dan menjadi semakin baik dan lebih memberikan manfaat bagi masyarakat luas.
Peran gajah
Perayaan naik tahta tahun ketiga ini, lanjut adik Gusti Bhrw ini, terjadi di tahun JE 1958 dalam penanggalan Jawa. Atau berada dalam sengkalan atau kronogram Dwipaka Yaksa Wiwaraning Jagad dan bermakna sebagai Gajah Agung, Penjaga Gerbang Dunia.
“Frasa inimenggambarkan peran gajah sebagai penjaga dan pelindung, selaras dengan figur Malekat Lindhu dalam tradisi Mangkunegaran. Yakni sebagai simbol penolak bala dan pengusir rintangan dan mampu memelihara harmoni kehidupan,” pungkas Gusti Sura, panggilan akrab adik Mengkunegoro X tersebut. (WID/N-01)