MUHAMMAD Najib, 24 akhirnya bisa meraih kesempatan untuk menjadi peserta program Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) tahun 2023.
Setelah lulus SMK, Najib punya menabung impian untuk nantinya diwujudkan.
”Aku merasa ini kesempatan terakhirku, jadi aku putusin buat segera daftar,” kata Najib saat diwawancarai Tiefany Ruwaida Nasukha, mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia FIB Universitas Gadjah Mada (UGM), Sabtu (31/8).
Najib mengikuti rangkaian seleksi beasiswa Global Korean Scholarship (GKS) yang diselenggarakan oleh National Institute For International Education (NIIED) Korea Selatan.
Namun ia gagal dan melanjutkan studi di Teknologi Rekayasa Instrumentasi dan Kontrol, Sekolah Vokasi UGM.
Di tahun keduanya Najib masih berpegang pada impiannya untuk berkuliah di luar negeri.
Berbekal portofolio dan pengalaman yang telah ia kumpulkan selama berkuliah di UGM, Najib memutuskan untuk mengikuti seleksi program IISMA.
Salah satu beasiswa studi luar negeri yang ditawarkan oleh Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).
Apa itu Beasiswa IISMA
IISMA adalah program pertukaran mahasiswa Indonesia di universitas ternama dunia selama satu semester.
Dan salah satu dari tujuh program flagship MBKM yang dicanangkan oleh Mendikbudristek Nadiem Makarim.
Sesuai dengan program studi yang ditempuhnya, Najib memilih Deggendorf Institute of Technology, Jerman sebagai kampus tujuannya.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) melalui program MBKM telah membentuk program unggulan untuk memfasilitasi mahasiswa Indonesia kuliah di luar negeri tanpa hambatan biaya.
IISMA menyasar ke seluruh kampus dunia. Program IISMA mendanai kegiatan pertukaran mahasiswa mulai dari persiapan, transportasi, tempat tinggal, hingga uang saku setiap bulannya.
Hingga 2023, jumlah penerima beasiswa IISMA mencapai 6.522 mahasiswa, baik dari jenjang sarjana maupun diploma.
IISMA menyediakan lima skema, yaitu reguler, afirmasi (mahasiswa pemegang KIP-K dan berasal dari daerah 3T), co-funding, vokasi (IISMAVO), dan entrepreneurship (IISMA-E).
Lima skema tersebut dibuat agar seluruh lapisan mahasiswa dapat mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar di luar negeri.
Najib harus beradaptasi belajar dengan sistem akademik di Jerman yang berbeda dengan di Indonesia. Ia pun harus menjalani berbagai acara di luar kegiatan akademik. Untungnya, ia masih dapat menjalaninya dengan baik. “Alhamdulillah, (nilainya) aman, lah!” ujar Najib.
Lain lagi cerita Rachel Adeline Wiguna, mahasiswa Psikologi UGM angkatan 2021 yang mendapatkan beasiswa IISMA2023 di University of Adelaide, Australia.
Rachel mengaku bahwa sistem pembelajaran di Australia memiliki perbedaan yang signifikan dengan sistem pembelajaran di Indonesia.
Dosen juga mengambil peran yang besar dalam proses pembelajaran setiap mahasiswa.
Keterbukaan dosen dalam sesi diskusi personal dan kemudahan untuk mengontak dosen menjadi salah satu keuntungan kuliah di Australia.
“Kalau ada yang bingung, aku sempat tanya dosen dan (beliau) mau membantu,” aku Rachel.
Rachel mendapatkan umpan balik dari dosen sehingga ia dapat mengetahui sejauh mana kemampuan, kekurangan. Serta hal yang dapat diperbaiki di penugasan selanjutnya. (*/S-01)