REAL Estat Indonesia (REI) mengaku kerap masih mengalami hambatan berupa keterbatasan lahan dan ketidakpastian perizinan, serta daya beli masyarakat yang sangat terbatas, di tengah kebutuhan perumahan yang tinggi.
Penegasan itu disampaikan Ketua Umum DPP REI, Joko Suranto saat melantik para pengurus REI Komisariat Solo Raya pada Minggu malam (7/4).
“Jadi ada tiga hal yang selama ini menghambat dan masih menjadi pekerjaan rumah (PR) dalam pengadaan perumahan bagi masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), yang kebutuhannya tinggi,” paparnya.
Menurut pria berjuluk crazy rich asal Grobogan itu, kendala dalam pembangunan perumahan, terutama di Solo Raya harus disikapi serius dan dicari jalan keluarnya.
Sejauh ini, lanjut dia, yang dihadapi pengembang adalah keterbatasan lahan. Sebab meski lahan itu ada, disparitas harganya cukup tinggi. Pada saat sama masih dihadapkan pada ketidakpastian perizinan.
“PR yang ketiga, ini yang penting dan menjadi daya dukung utama pengembang, yakni tingkat daya beli masyarakat yang masih rendah, di tengah kebutuhan akan perumahan yang tinggi,” lanjutnya.
Karena itu, DPP REI meminta pengurus REI Komisariat Solo Raya harus mampu mengurai persoalan tersebut. Sangat dibutuhkan diskusi yang intensif dengan stakeholder, separti Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Pemda.
Dia mengungkapkan, sebenarnya pengadaan perumahan bagi masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah adalah tugas pemerintah.
“Peran swasta atau asosiasi hanyalah membantu atau memfasilitasi. Jadi butuh kesepahaman dan keberpihakan, sehingga rakyat mudah mendapatkan tempat tinggal,” jelasnya.
Ia meyakini, jika pemerintah mengakomodasi swasta yakni pengembang dalam pembangunan perumahan, tentunya akan menguntungkan Pemda.
“Selain program penyediaan perumahan bagi masyarakat dapat direalisasi, lanjutannya adalah menumbuhkan titik-titik pusat ekonomi baru, dan eksesnya menyediakan banyak lapangan kerja, sebab industri perumahan adalah padat karya,” kata Joko Suranto.
Lebih dari itu, keberadaan perumahan dengan penghuninya tentu akan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Paling tidak dari pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB), dan kepastian pihak korporasi membayar pajak atas aktifitas bisnis yang dilakukan.
“Dan keuntungan Pemda lainnya adala dalam transaksi jual beli rumah, otomatia menerima pembayaran BPHTB. Secara empiris, sektor properti memberi kontribusi 30 hingga 50 persen ke masing masing daerah. Jadi mesti Pemda harus selalu wib win solution dalam hal perizinan,” ujarnya. (WID/N-1)