
BADAN Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah mencatat persentase penduduk miskin di Jateng tersebut per Maret 2025 sebesar 9,48%, menurun 0,10% poin dibandingkan periode September 2024 yang mencapai 9,58%.
Secara jumlah, penduduk miskin di Jateng berkurang 29,65 ribu orang, dari 3,40 juta jiwa menjadi 3,37 juta jiwa.
BPS juga mencatat penurunan signifikan baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan. Penduduk miskin di perkotaan turun dari 1,84 juta jiwa menjadi 1,75 juta jiwa, atau setara penurunan dari 9,71% menjadi 9,10%. Sementara di perdesaan, angka kemiskinan merosot dari 11,34% menjadi 9,92%, dengan total penurunan mencapai 250 ribu jiwa.
Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, menyatakan bahwa capaian ini merupakan hasil dari berbagai intervensi lintas sektor, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga bantuan untuk rumah tidak layak huni (RTLH).
“Kemiskinan itu indikatornya banyak. Dari semua indikator itu, kita sudah intervensi,” ujar Taj Yasin di Kantor Gubernur Jawa Tengah, Jumat (25/7).
Meski demikian, ia menilai penurunan ini belum cukup. Menurutnya, pengentasan kemiskinan memerlukan penguatan kolaborasi antarsektor dan lintas instansi agar lebih masif dan berdampak menyeluruh.
“Penurunan ini masih perlu dimasifkan lagi. Semua pihak harus ikut bergerak,” tegasnya.
Penduduk miskin di Jateng dan pembaruan sistem data
Taj Yasin juga menyoroti pentingnya pembaruan sistem data, seiring dengan transformasi dari DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) ke DT-SEN (Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional), sebagaimana diarahkan oleh Kementerian Sosial.
“Perubahan ini harus kita kawal agar program bantuan dan pemberdayaan tepat sasaran,” katanya.
Ia menambahkan bahwa keberhasilan pengentasan kemiskinan membutuhkan keterlibatan aktif dari seluruh elemen, termasuk organisasi masyarakat, perguruan tinggi, dan sektor swasta, guna mendukung percepatan pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Masalah kemiskinan tidak bisa diselesaikan satu dinas saja. Ini menyangkut banyak aspek — kesehatan, pendidikan, hingga tempat tinggal,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya integrasi data dan tanggung jawab bersama antar-Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terhadap seluruh indikator kemiskinan.
“Indikator kemiskinan harus dititipkan ke semua OPD. Kalau ada satu masalah, semua harus terlibat, tidak bisa kerja sektoral,” pungkas Taj Yasin. (Htm/S-01)








