MASYARAKAT harus mewaspadai potensi cuaca ekstrem periode Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 (Nataru).
Hal itu diungkapkan oleh Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati dalam keterangan tertulis, Selasa (26/11).
Sejumlah faktor menyebabkan cauca ekstrem periode Natal dan Tahun Baru adalah fenomena La Nina, yang mengakibatkan potensi curah hujan bertambah hingga 20-40 persen.
Fenomena ini akan berlangsung mulai akhir tahun 2024 hingga setidaknya April 2025.
“Terdapat pula dinamika atmosfer lain yang diprediksikan pada periode Nataru aktif bersamaan,” kata Dwikorita.
Seperti Madden-Julian Oscillation (MJO) dan Cold Surge yang bergerak dari daratan Asia (Siberia) menuju wilayah barat Indonesia.
Ini juga berpotensi menambah intensitas dan volume curah hujan di berbagai wilayah Indonesia.
“Untuk itu, kami mewanti-wanti masyarakat untuk mewaspadai potensi cuaca ekstrem,” kata Dwikorita.
Hal iti berdampak pada bencana hidrometeorologi di wilayah Indonesia seperti banjir, banjir bandang, dan tanah longsor. Khususnya periode Nataru 2024/2025
Himbauan ini juga ditujukan kepada perusahaan pelayaran, angkutan penyeberangan, dan nelayan.
Mengingat fenomena cold surge dapat memicu gelombang tinggi di laut sehingga membahayakan keselamatan saat aktivitas pelayaran/penyeberangan serta penangkapan ikan.
“Peringatan dini ini disampaikan untuk mencegah terjadinya kecelakaan laut,” ujarnya.
Masyarakat bisa mengakses informasi cuaca 24 jam penuh melalui aplikasi @infobmkg.
“Silahkan akses informasi dari platform tersebut sebagai acuan dalam beraktivitas selama pekan Nataru. Di sana juga terdapat informasi gempabumi dan lain sebagainya,” imbuhnya.
Sementara itu, Deputi Klimatologi BMKG, Ardhasena menerangkan bahwa hingga pertengahan November 2024 (Dasarian I-II), indeks ENSO (gangguan iklim dari Samudra Pasifik) menunjukkan kecenderungan La Nina lemah.
Sementara indeks Indian Ocean Dipole (IOD) (gangguan iklim dari Samudra Hindia) menunjukkan nilai IOD negatif menuju netral.
Adapun untuk dinamika perairan Indonesia secara umum menunjukkan kondisi suhu muka laut yang lebih hangat daripada normalnya.
Berdasar hasil monitoring tersebut dapat disimpulkan terdapat potensi gangguan iklim basah untuk wilayah Indonesia secara umum hingga awal 2025. (*/S-01)