INDONESIA menjadi tuan rumah dan memimpin penyelenggaraan 3rd Senior Officials’ Meeting of the Central Authorities on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (3rd SOMMLAT) dan 9th ASEAN Senior Law Officials’ Meeting on ASEAN Extradition Treaty (9th ASLOM WG on AET) di Bali, yang diselenggarakan secara back-to-back sejak 29 April-3 Mei 2024.
Negara-negara peserta 3rd SOMMLAT & 9th ASLOM WG on AET tersebut adalah Brunei Darussalam, Cambodia, Indonesia, Lao PDR, Malaysia, Myanmar, Philippines, Singapore, Thailand, dan Vietnam.
Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Cahyo R. Muzhar mengatakan, SOMMLAT merupakan forum pertemuan berkala para pejabat tinggi negara-negara anggota ASEAN yang menjadi negara pihak (state party) dalam Perjanjian Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana atau Mutual Legal Assistance in Criminal Matters Treaty (MLA Treaty).
“MLA Treaty menjadi instrumen hukum yang begitu penting bagi negara-negara anggota ASEAN untuk memperkuat upaya dan kapasitas pelaksanaan kerja sama hukum lintas dalam memerangi tindak pidana yang membutuhkan keterlibatan atau bantuan dari otoritas di negara ASEAN lainnya,” ujar Cahyo.
Cahyo menambahkan bahwa MLA Treaty negara-negara ASEAN juga dapat digunakan sebagai alat yang efektif dalam membantu proses pengumpulan bukti-bukti maupun melakukan perampasan aset atas tindak pidana transnasional di bidang keuangan, seperti misalnya korupsi dan pencucian uang.
Dalam pertemuan 3rd SOMMLAT, Cahyo mengatakan terdapat beberapa agenda yang akan dibahas, termasuk panduan dalam melakukan aksesi terhadap ASEAN MLA Treaty bagi negara-negara non-ASEAN serta model MLA Request yang dapat menjadi acuan bagi negara-negara ASEAN dalam meminta bantuan hukum kepada negara ASEAN lainnya.
Setelah pelaksanaan 3rd SOMMLAT pada 29-30 April 2024 tersebut, Indonesia juga akan menjadi tuan rumah 9th ASLOM Working Group on ASEAN Extradition Treaty (ASLOM WG on AET) pada 1-3 Mei 2024.
“Negara-negara ASEAN sepakat untuk mengintensifkan negosiasi agar teks Perjanjian Ekstradisi ASEAN dapat diselesaikan pada tahun 2024 ini”, ujar Cahyo.
Adapun Perjanjian Ekstradisi ASEAN akan menjadi kerangka hukum dan landasan bagi negara-negara ASEAN untuk saling menyerahkan pelaku tindak pidana, terdakwa dan terpidana yang melarikan diri dari satu negara ASEAN ke negara ASEAN lainnya.
Cahyo menyampaikan bahwa sebagai tuan rumah pelaksanaan 3rd SOMMLAT dan 9th ASLOM WG on AET, Indonesia akan memanfaatkan kesempatan ini untuk memperjuangkan kepentingan penegakan hukum Indonesia yang tetap sejalan dengan semangat penegakan hukum negara-negara ASEAN.
“Pertemuan ini dan hasil yang dicapai nantinya sangat krusial dalam mendukung upaya menuju wilayah ASEAN yang aman dan damai, sesuai amanat Blueprint ASEAN Political Security Community 2025, terutama di tengah maraknya berbagai kejahatan transnasional seperti online scam di ASEAN akhir-akhir ini. Oleh karena itu Indonesia secara aktif terus mengambil inisiatif dalam memimpin negosiasi, termasuk dengan menjadi tuan rumah kedua pertemuan tersebut,” ujarnya.
Selain itu, Cahyo juga meminta agar MLA Treaty negara-negara ASEAN dapat digunakan sebagai alat yang efektif dalam membantu proses pengumpulan bukti-bukti maupun melakukan perampasan aset atas tindak pidana transnasional di bidang keuangan, seperti misalnya korupsi dan pencucian uang.
“Melalui MLA Treaty akan membantu proses bagi negara-negara ASEAN dalam menyelesaikan tindak pidana transnasional di bidang keuangan maupun melakukan perampasan aset hasil kejahatan korupsi atau pencucian uang,” ungkapnya.
SOM-MLAT tahun ini akan berfokus pada hal-hal yang diamanatkan dalam pertemuan-pertemuan sebelumnya yaitu mengenai template MLA request yang workable atau dapat digunakan jika dikirimkan oleh negara peminta bantuan minimal 80% sudah memenuhi syarat.
“Kita make sure template ini sudah dapat bisa langsung digunakan sepanjang sudah memenuhi syarat dari segi informasinya yang ada di Mutual Legal Assistance (MLA) request yaitu sebanyak 80%, dan jangan sampai ada benturan hukum nasional,” ujarnya.
Sulit negoisasi
Selama ini negara-negara ASEAN merasa kesulitan menegosiasikan MLA dan AET karena adanya perbedaan sistem hukum antarnegara.
“Ini merupakan tantangan yang harus kita jembatani dalam diskusi yang akan dilakukan termasuk kesulitan yang sering dihadapi adanya perbedaan template dari negara diminta dan negara yang meminta,” tandasnya.
Hasil yang dicapai dalam pertemuan ini nantinya sangat krusial dalam mendukung upaya menuju wilayah ASEAN yang aman dan damai, sesuai amanat Blueprint ASEAN Political Security Community 2025, terutama di tengah maraknya berbagai kejahatan transnasional seperti online scam di ASEAN akhir-akhir ini.
Oleh karena itu Indonesia secara aktif terus mengambil inisiatif dalam memimpin negosiasi, termasuk dengan menjadi tuan rumah kedua pertemuan tersebut. (Ard/M-02)