BADAN Urusan Logistik Surakarta belum mendapatkan revisi penugasan penyerapan panen gabah atau beras petani. Padahal pemerintah ingin menambah volume produksi 2024 sebanyak 1,3 juta ton melalui gerakan pompanisasi di musim kemarau tahun ini.
Adapun target produksi beras nasional tahun ini semula 9,8 juta ton.
Pada saat sama, KTNA Sragen menilai ekspektasi Presiden Jokowi untuk mendapatkan tambahan produksi gabah atau beras melalui gerakan pompanisasi di lahan sawah tadah hujan memasuki musim kemarau, bakal menemui banyak hambatan.
“Ya tujuan pompanisasi pemerintah itu bagus. Namun kalau melihat karakteristik sungai di banyak wilayah, yang kebanyakan kering ketika masuk musim kemarau, jelas program pemerintah ini akan lumayan hambatannya, mengingat mesin pompa yang disediakan adalah menarik air dari sungai,” cetus Ketua KTNA Sragen, Suratno kepada Mimbar Nusantara, Senin (24/6) di Gondang.
Menurut dia, sejumlah sungai di Sragen selama ini sudah dikelola untuk pembagian air yang dialirkan ke sawah. Itu pun masih harus didukung sumur pantek melalui program listrikisasi di sawah. Sementara dari program pompanisasi, ada sejumlah lokasi yang dinilai tidak tepat.
Dia paparkan ada 45 pompa bantuan pemerintah untuk lahan sawah tadah hujan di Sragen, dan ada kelompok petani penerima menganggap kurang tepat, karena karakter sungai. Namun karena sifatnya bantuan, mesin pompa penyedot air sungai tetap saja diterima untuk diberdayakan.
Secara total informasi yang diperoleh Mimbar Nusantara, ada enam kabupaten di Solo Raya, menerima bantuan sebanyak 272 unit mesin pompa air, yang didistribukan oleh TNI melalui para petugas bintara pembina desa (Babinsa ) kepada kelompok tani atau klomtan.
Belum ada revisi
Sementara itu, Kepala Bulog Surakarta, Andy Nugorho mengakui, berkaitan dengan program pompanisasi untuk menambah produksi gabah atau beras di musim kemarau tahun ini, pihaknya belum menerima revisi target penyerapan.
“Tetapi tanpa revisi target pun, kami terus bergerak melakukan penyerapan gabah petani. Bahkan hingga panen MT II yang sudah berlangsung di sejumlah daerah, Bulog terus menyerap. Kami menggunakan skema komersial dalam penyerapan, agar bisa membeli hasil panen gabah ( GKP) petani yang harganya di kisaran Rp7000,” ungkap Andy.
Dengan gerak serapan yang terus berjalan, situasi stok beras di gudang Bulog Surakarta sekarang ada sedikitnya 25 ribu ton beras, yang terdiri beras lokal 20 ribu ton dan beras importasi sebanyak 5 ribu ton.
“Dengan stok 25 ribu ton ini, kami leluasa untuk melakukan intervensi harga ke pasar di Solo Raya, atau pun melaksanakan penugasan bantuan sosial pangan yang masih berlangsung hingga Juni ini. Dan justru bansos pangan yang masih berjalan, lonjakan harga sebagai konsekuensi HET baru, tidak memunculkan gejolak di tengah masyarakat,” imbuh dia.
Andy menambahkan, Bulog akan konsisten menyerap gabah di wilayah produsen sepanjang tahun ini, meski KTNA juga mendorong agar serapan bukan mengarah ke pedagang yang menguasai gabah atau beras petani.
“Kalau Bulog membelinya dari pedagang, ya wajar sampai Rp7000 an. Karena harga gabah panen MT II dari petani hanya di kisaran Rp6000 – Rp6500. Gabah panen MT II sudah dikuasai pedagang atau spekulan, yang ketika bertransaski jelas di atas harga petani. Penggilingan kecil pun sekarang sulit menyerap gabah petani” tutur Suratno.
Dengan adanya kebijakan harga baru yang dikeluarkan Badan Pangan Nasional (Bapanas), sejauh ini belum bisa mengatrol kehidupan petani. Di Sragen pada 2024, jumlah petani miskin terus bertambah. Data P3KE Sragen, tahun 2024 ini ada 136.194 keluarga, yang mana kontribusi kemiskinan ekstrem paling besar adalah dari petani. (WID/N-01)