
PERUPA Punky Adi Sulistyo menggelar pameran tunggal bertajuk Di Atas Kertas.
Pameran tunggal Punky Adi Sulistyo berlangsung di Gedung Blora Creative Space (BCS),Blora, Jawa Tengah, 6-12 Desember 2025.
Kendatipun bertajuk Di Atas Kertas, karya-karya Punky bukan hanya tentang lukisan dan gambar dua dimensi. Punky juga menampilkan patung bahkan instalasi.
Seniman rupa lulusan IKJ ini memang konsen pada isu lingkungan dan sosial masyarakat. Ini tecermin pada pilihan bahan yang dia eksplorasi dari memulung barang-barang bekas.
Material bekas ini dia olah sedemikian rupa menjadi karya penuh ekspresi. Menjadi strategis untuk menyuarakan krisis ekologi yang makin marak.
Tampak figur-figur abstrak kurus ceking mendominasi beberapa karya.
“Saya memang memilih barang bekas sebagai media berkarya, karena barang barang ini punya story, riwayat yang menempel bersama, dan ini menarik bagi saya untuk mengeksplor temuan-temuan barang bekas untuk memunculkan makna baru dengan sentuhan artistik saya dalam proses mencipta,” kata Punky .
Jelajahi medium non-konvensional
Sejak kepulangan ke Blora tahun 2007, Punky merasa Sungai Lusi, sawah, Pegunungan Kendeng menjadi dekat. Begitu tinggal di Blora dia sering menjelajahi berbagai medium non-konvensional. Pilihan pada barang rongsok adalah jawaban kegelisahan ekologis, dan kebutuhan material yang terjangkau.
Selain pernah kusyuk memakai media batu onix waktu kerja di Malang, ketika sampai Blora dia melirik potensi batuan Kendeng untuk menjadi media patung.
Kemudian pernah juga mengakrabi daun jati, yang berlimpah di dekat tempat tinggalnya untuk menjadi media gambarnya.
“Tiap media punya keunikan dan tantangannya sendiri,” tambahnya.
Punky memang pernah terlibat sebagai aktivis lingkungan, sampai kinipun dia masih terus memakai seni rupa sebagai alat untuk bersuara tentang isu- isu lingkungan dan demokrasi.
Dia berharap karya- karyanya menjadi media penyadaran terhadap krisis lingkungan yang semakin mengkawatirkan.
Tanggungjawab memperindah alam
Salah satu karya multi media yang cukup mengundang penasaran penonton ada pada ruang dua pintu berukuran 2,5 meter persegi, di beri judul Brainwash Room. Beberapa manekin ditata tanpa kepala dan ada video yang mengilustrasikan orang sedang membetulkan payung yang rusak.
Punky secara simbolis ingin mengungkapkan cuci otak pada tiap manusia untuk mengemban tanggung jawab atas kelestarian hidup.
Selaras dengan filosofi orang Jawa, hamemayu hayuning bawana. Bahwa tiap orang punya tanggung jawab masing-masing untuk memperindah alam ini.
Payung sendiri menjadi metafora akan semangat melindungi.
Kemudian ada juga karya berupa bintang merah, yang cukup mencolok diantara dominasi karya hitam putih yang menjadi ciri khas Punky mengolah bentuk abstrak figuratif dengan berani, dan garis-garis liar cukup mendominasi ruang pamer .
Lintang Kemukus dan pergantian zaman
Ketika ditanya apa ini tentang sosialisme, Punky punya jawaban lain tentang simbol ini. Dia menjelaskan maksud bintang merah itu adalah lintang kemukus, dimana di setiap pergantian zaman atau kepemimpinan, orang Jawa percaya adanya bintang ini.
Yang juga tak kalah menarik adalah karya berjudul Violins. Karya patung pemain biola ini tampak gagah meski kurus dan minimalis, penempatannya di atas memberi kesan sebagai pemain tunggal yang anggun, dan piawai, dikelilingi abstraksi lukisan kertas di kanan kiri memakai pewarna angkak, campuran bubuk konte, juga yodium merah obat luka.
Mix media ini adalah bagian dari kebosanan Punky dengan media konvensional. Dia mengaku bahwa kreativitas tidak bisa dibendung oleh keterbatasan medium. apalagi di daerah seperti Blora yang dinamika seni rupa masih minim .
Sebanyak 50-an karya Punky tersebar secara acak di beberapa dinding dan ruang. Seting karya cukup varatif dan mengisi kekosongan , meskipun figur patung dan instalasi karya cenderung ramping dan minimalis.
Ruang belajar bersama
Selain pameran, acara di setiap hari akan diisi workshop dan juga diskusi bedah karya.
Punky berharap bahwa dinamika senirupa di daerah , terutama Blora tempat dia tinggal dan berkarya ini akan menggeliat dan tumbuh menjadi ruang belajar bersama, dan menumbuhkan minat seni rupa di kalangan generasi muda. (Putut Pasopati/W-01)







