MANUSIA dan alam sejatinya memiliki hubungan timbal balik dan bersifat saling membutuhkan. Manusia membutuhkan alam agar dapat meneruskan kelangsunganhidupnya. Sebaliknya, alam membutuhkan manusia untuk menjaga dan melestarikan keberadaan alam serta sumber dayanya.
Sayangnya saat ini keadaan tersebut berjalan tidak seimbang. Manusia semakin mendominasi sehingga alam tidak diberi kesempatan untuk mempertahankankeberadaannya.
Banyak contoh kerusakan alam di berbagai belahan dunia mulai dari erosi,banjir, kekeringan hingga pencemaran sungai. Dari beberapa kasuskerusakan lingkungan, pencemaran sungai adalah yang paling dapatmembuktikan adanya campur tangan manusia.
Salah satu contoh adalahpencemaran sungai Citarum. Sungai Citarum dalam kondisi normal sangatmemberikan manfaat dalam kehidupan masyarakat, di antaranya untukmengairi sawah dan kebun, tambak, dan kebutuhan MCK. Air di tigabendungan DAS Citarum juga telah digunakan sebagai Pembangkit ListrikTenaga Air (PLTA) Plengan, Lamajang, Cikalong, Jatiluhur, Saguling danCirata.Mengingat begitu besarnya manfaat aliran sungai Citarum, pemerintah terus mengupayakan pelestarian wilayah di sepanjang aliran sungai Citarum.
Upaya tersebut tentunya ikut melibatkan masyarakat sekitar.Proses pelibatan masyarakat dilakukan, diantaranya dengan cara melakukansosialisasi kebersihan lingkungan, gotong royong, dan pengawasan rutinterhadap ekosistem terutama di pinggiran Sungai, upaya yang dilakukantersebut kerap dilakukan.
Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah IX sebagai salah satu UPT di bawahDirektorat Jenderal, Kebudayaan Kementerian Pendidikan Kebudayaan,Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada tahun anggaran 2024 mengemas berbagai informasi seputar warisan di sepanjang DAS Citarum melalui kegiatan bernama Cerita Citarum’ .
Nama Citarum dan jejak peradaban di sepanjang Sungai Citarum merupakan bagian dari identitas citarum sebagai sebuah aliran sungai yang pada zaman dahulu telah dimanfaatkan sebagai jalur ulang alik berbagai komoditi baik dari hulu maupun hilir. Interaksi antaramasyarakat di hulu dan hilir pada mulanya hanya bertujuan untuk salingtukar komoditi.
“Dalam perjalanan sejarah, interaksi antara masyarakat dihulu dan di hilir kemudian turut pula mempengaruhi aspek sosial budaya yang beberapa di antaranya masih bertahan hingga kini dan menjadikannyasebagai warisan budaya benda dan takbenda pada DAS Citarum,” kata Direktur Pengambangan dan Pemanfatan Kebudayaan pada Kemendikbudristek,Irini Dewi Wanti Jumat (31/).
Warisan budaya
Menurut Irini, jejak peradaban Citarum yang dibuktikan dengan adanyatinggalan warisan budaya benda dan tak benda merupakan aset budaya yang penting untuk diketahui dan dipahami serta menjadi landasan perlakuankedepannya melalui penguatan informasi warisan budaya di sepanjang DASCitarum.
Berdasarkan hal tersebut, Balai Pelestarian Kebudayaan WilayahIX sebagai salah satu UPT di bawah Direktorat Jenderal Kemendikbudristektahun 2024 ini, mengemas berbagai informasi seputar warisan di sepanjangDAS Citarum melalui kegiatan bernama “Cerita Citarum”.
“Kegiatan ini akan mengajak sejumlah peserta untuk mengeksplorasiinformasi sekaligus menginformasikan warisan budaya di sepanjang DASCitarum kepada publik. Peserta yang diundang untuk mengikuti kegiatan ini terdiri dari para jurnalis, media instansi, organisasi profesi sertakomunitas. Kegiatan Festival Citarum sangat luar biasa, karena membuatnarasi terkait peradaban Citarum Nusantara,” ungkapnya.
Baik itu lanjut Irini, tentang alam juga tentang candi-candi yangmenjadi cagar budaya, bahkan mungkin sebagian sudah tidak bisaditemukan. Dan kegiatan ini konteksnya festival yang berkontribusimerevetaliasi kebudayaan. Terlebih kebudayaan merupakan bagian darisolusi permasalahan ekonomi bahkan mungkin lingkungan. Maka seperti inidiharapkan bisa dilakukan secara bersama-sama dan menghidupkan para pelaku budaya.
Selain itu, kegiatan festival ini juga dapat menjadi bahan lanjutan untuk para akademisi dalam melestarikan budaya danmenjadi cerita Citarum.
“Seperti dikatan sebelumnya, maksud dari kegiatan Cerita Citarum adalahmengajak peserta untuk berkunjung langsung ke beberapa obyek budaya yangmerepresentasikan bukti jejak peradaban pada DAS Citarum.”
“Denganmemperkenalkan dan menginformasikan warisan budaya pada DAS Citarummelalui media, menumbuhkan pemahaman masyarakat untuk berperan sertadalam melestarikan warisan budaya pada DAS Citarum,” tuturnya.
Untuk lokasi yang dikujungi oleh peserta didasarkan pada warisan budaya benda yang masih bertahan. Lokasi sebaran warisan budaya terpilih beradadi Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, KabupatenPurwakarta dan Kabupaten Karawang. Lokasi kunjungan di Kota Bandung adalah Museum Geologi.
Hal pertama yang perlu diketahui peserta adalah pembentukan geologi awal Sungai Citarum yang sangat terkait denganterbentuknya Bandung Purba. Lalu kunjungan ke Kabupaten Bandung, ke SituCisanti dan Bojongmenje. Situ Cisanti merupakan titik awal atau hulu Sungai Citarum. Candi Bojongmenje merupakan candi yang masih beradadalam wilayah pinggiran sungai Citarum. Hal ini sesuai dengan buktiperjalanan masyarakat zaman dahulu yang kerap menandakan keberadaannya dengan membangun berbagai bangunan, termasuk bangunan religi.
Lokasi kunjungan di Kabupaten Bandung Barat adalah Gua Pawon yangmenjadi salah satu bukti keberadaan manusia Purba di wilayah cekunganBandung. Lokasi kunjungan ke Kabupaten Purwakarta adalah DermagaTalibaju dan Bendungan Jatiluhur. Dermaga Talibaju merupakan dermagayang pada masa dahulu kerap dijadikan sebagai “terminal” berbagaikomoditi yang dibawa baik menuju hulu maupun hilir.
Pemanfaatan sungai
Bendungan Jatiluhur merupakan salah satu contoh pemanfaatan sungai Citarum untuk dijadikansebagai sarana pembangkit listrik tenaga air. Sedangkan ke KabupatenKarawang yang dikunjngi adalah Muara Bungin dan Kawasan PercandianBatujaya. Muara Bungin merupakan hilir Sungai Citarum yang pada masadahulu kerap dijadikan sebagai titik awal para pedagang melakukan barterkomoditi ke hulu sungai Citarum.
Kawasan Percandian Batujaya merupakansalah satu bukti adanya peradaban yang cukup masif dan dapat dilihatbukti tinggalan budayanya. Kawasan Percandian Batujaya kini dijadikansebagai lokasi persembahyangan umat Budha.Hasil dari publikasi peserta diharapkan dapat menggugah masyarakat untuklebih memperhatikan dan berperan aktif dalam pelestarian lingkunganmelalui berbagai kegiatan budaya di sepanjang Sungai CItarum.
Selebihnya, Publikasi yang dihasilkan juga dapat menjadi informasikabupaten/kota dalam penyusunan data pokok kebudayaan sebagai data dasaryang akan digunakan dalam penyusunan strategi kebudayaan nasional.(Rava/N-01)