JAKSA Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung RI, Bambang Sugeng Rukmono (BSR) di mata Universitas Sebelas Maret (UNS Surakarta sangat layak menerima gelar profesor kehormatan. Hal itu melihat upayanya yang kuat di bidang penegakan pidana korupsi dan juga akademisi di sejumlah perguruan tinggi.
Karena itu, pada Jumat (28/6) nanti UNS akan menganugerahkan gelar profesor kehormatan bagi pejabat eselon I di Kejaksaan Agung tersebut. Gelar profesor haunoris causa untuk bidang hukum pidana korupsi dan pemulihan aset di luar negeri.
Plt Rektor UNS, Prof Dr Chatarina Muliana dalam jumpa pers menegaskan, pria alumunus Fakultas Hukum UNS itu selain birokrat juga akademisi, dan juga seorang dosen penguji.
“Karena selain birokrat di bidang penegakan hukum dalam jabatan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung, yang bersangkutan selama ini juga seorang akademisi yang mengajar di sejumlah perguruan tinggi, termasuk UNS. Tentu ini pantas,” tukas Chatarina dalam jumpa pers sehari menjelang pemberian gelar profesor kehormatan.
Ketua Senat UNS, Prof Muhammad dengan sejumlah posisi, baik penegak hukum, birokrat, akademisi dan dosen penguji di beberapa perguruN tinghi, Bambang Sugeng pantas dan layak menerima gelar profesor kehormatan dari UNS.
“Ia berhak atas gelar profesor kehornatan, dannkedepan pantas mengajar di UNS,” tegas Jamin.
Bambang di depan wartawan mengatakan, dirinya dalam pengukuhan profesor kehormatan akan menyampaikan pidato kehormatan bertajuk ‘Mewujudkan Central Authority Menjadi Bagian Integrated Justice System Di Bawah Kewenangan Kejaksaan, sebagai Upaya Optimalisasi Asset Recovery’.
Dia paparkan, central authority menjadi bagian dari integrated justice system di bawah kejaksaan, guna upaya optimalisasi perampasan aset hasil korupsi yang berada di luar negeri.
“Pengembalian aset negara dapat ditinjau dari teori kemanfaatan sebagai tujuan hukum. Jika aset hasil korupsi dikembalikan kepada negara maka akan memberikan kemanfaatan bagi negara untuk mensejahterakan masyarakatnya,” kata pria kelahiran 1968 itu.
Sejauh ini, lanjut dia, rumitnya perampasan aset hasil korupsi yang berada di
luar negeri, salah satunya dikarenakan proses birokrasi yang tidak efektif yang mengakibatkan penegakan hukum menjadi lemah.
Setidaknya ada beberapa negara, seperti Singapura, Brunei, Malaysia dan Filipina telah menempatkan central authority menjadi bagian integrated
justice system di bawah kejaksaan.
“Apa yang ditunjukkan sejumlah negara itu, merupakan gagasan baru dan jika diterapkan bisa memberikan kontribusi positif bagi perkembangan hukum pidana di Indonesia,” imbuh dia.
Menurut Jaksa Agung Muda Pembinaan ini, kebaruan gagasan ini akan menyangkut rekonstruksi kelembagaan central authority dalam rangka efektivitas penuntutan.
Lebih dari itu rekonstruksi kelembagaan central authority dalam asas dominus litis, asas oportunitas, dan single prosecution system, diharap bisa memiliki efektivitas asset recovery di luar negeri.
Pada penutup uraiannya, Bambang menganggap pentingnya kolaborasi perguruan tinggi dengan dunia usaha serta dunia industri untuk memperkuat kerjasama dan memberikan keuntungan pada perkembangan ilmu pengetahuan. (WID/N-01)