INDONESIA negara dengan beragam bencana. Mulai dari bencana gempa tektonik, vulkanik, tsunami, banjir, tanah longsor, kebakaran hutan rob, tanah bergerak dan sebagainya.
Gempa bumi paling sering terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Baik dari gempa ringan hingga skala tinggi. Gempa di Aceh disertai tsunami, juga gempa di Palu disertai tsunami dan likuifaksi menjadi perhatian besar. Menilik peristiwa tsunami ini tidak lepas dari sejarah geologi.
Sejarah mencatat bahwa tsunami sudah pernah terjadi di beberapa tempat di Indonesia. Badan Geologi belum lama ini mengungkapkan bahwa seluruh pantai di Pulau Ambon pernah terjadi tsunami.
Dalam laman Badan Geologi dijelaskan bahwa dalam katalog tsunami Soloviev dan Ch.N.Go (1974) yang diterjemahkan dan diperbaharui dalam katalog tsunami Badan Geologi (Yudhicara et al., 2023) disebutkan bahwa pantai barat laut Semenanjung Hitu dilanda tsunami setelah terjadi gempa, terutama di wilayah Ceyt (Seith), antara Lima (Negeri ‘Lima) dan Hila.
Di lokasi tersebut air naik hingga 80-100 meter. Air mampu mencapai puncak perbukitan dekat pantai, menerjang pepohonan termasuk perkebunan cengkih yang menutupi lereng panti berkapur di Mamala, Ela, Sinalo, Kaitetto (Kaitetu), Seith, Loboleu (Leibelehu). Dan hampir seperti Lima, berakar. Hanya perkebunan dataran tinggi di Nausihola, Wakal dan Hitulama yang lolos dari kehancuran.
Dalam katalog dituliskan bahwa semuanya begitu campur aduk di darat sehingga tidak dapat dikenali. Di wilayah Loboleu, jalur pantai menjadi sangat terjal. Antara Seith dan Hila dan di Hila sendiri, sebagian pantai juga runtuh ke dalam air, membawa korban jiwa di Pulau Ambon akibat tsunami.
Menurut keterangan saksi mata, air naik seperti gunung. Mula-mula menggenangi Leibelehu, kemudian terbagi menjadi tiga aliran. Salah satunya menyebar di sepanjang pantai ke barat ke arah Lima dan Ureng, yang lain ke timur ke arah Hila, dan yang ketiga pergi ke laut, ke arah Cape Ryst di Pulau Seram, membawa serta pohon, rumah, ternak domestik, dan orang-orang.
Pergerakan air disertai dengan suara yang sangat keras. Air yang mengalir berwarna hitam, sangat kotor dan berbau busuk dan permukaannya berfosfor.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral menaruh perhatian adanya catatan sejarah tsunami tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian dilakukan oleh PVMBG ditemukan endapan tsunami di Pulau Ambon, dan disimpulkan bahwa di bagian utara Pulau Ambon, pernah dilanda tsunami yang berasal dari longsornya massa daratan ke dalam laut.
Hal ini disebabkan oleh kemiringan lereng yang curam baik di daratan maupun di dalam laut, yang ditunjukkan oleh perubahan morfologi yang tiba-tiba di daratan dan kedalaman dasar laut yang tiba-tiba curam di dekat pantai.
Estimasi volume longsoran yang bisa mencapai 0,055 km3, mengkonfirmasi bahwa tsunami pada tahun 1674 bisa menimbulkan tsunami setinggi 80 m.
PVMBG menyatakan bahwa adanya peristiwa tsunami yang terjadi pada masa lampau dapat menjadi pengingat bahwa kejadian serupa bisa terjadi lagi di masa yang akan datang.
Untuk itu perlu peningkatan kapasitas masyarakat dengan edukasi dini dan penyiapan sarana prasarana dan mempernaiki pola tata ruang daerah terdampak agar dapat memitigasi dampak bencana. (*/S-01)