KETUA Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, PROFESOR Haedar Nashir kembali masuk dalam daftar The World’s 500 Most Influential Muslim 2025. Ia bersanding dengan beberapa tokoh muslim dunia lainnya.
The Muslim 500 adalah ajang penghargaan dan nominasi dua tahunan bagi tokoh muslim berpengaruh di seluruh dunia. Ajang ini dimulai pada 2009 oleh The Royal Islamic Strategic Studies Centre (MABDA).
Dalam keterangan tertulisnya, Haedar Nashir, Sabtu (12/10) menjelaskan dengan masuk daftar itu ia akan terus meningkatkan kerja sama dengan berbagai pihak di tingkat global.
“Khususnya dalam peran persaudaraan universal dan kemanusiaan yang mengedepankan kebijaksanaan, keadilan, nilai-nilai dan karakter yang mandiri dan moderat di dunia,” ujar dia.
Sejak 2015
The Muslim 500 menampilkan hasil penilaian terhadap para tokoh muslim dunia di bidang akademik, bisnis, sains dan teknologi, sosial, dan bidang lainnya.Haedar Nashir mulai memimpin PP Muhammadiyah sejak 2015.
“Saya akan terus berkomitmen memaksimalkan peran organisasi dalam mewujudkan pelayanan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) yang prima, inklusif dan berkualitas,” ujarnya.
Tidak hanya berkiprah dalam mengembangkan AUM, Haedar juga telah mengantarkan Muhammadiyah diakui secara global, salah satunya dengan meraih penganugerahan Zayed Award 2024 pada Februari lalu.
Muhammadiyah yang berlandaskan teologi Al-Ma’un katanya, mempunyai pengalaman sejarah yang mendalam tentang gerakan Islam moderat dalam mengedepankan cara hidup bersama dalam pola pikir terbuka, toleran, peran kemanusiaan, dan lingkungan damai meskipun ada keberagaman agama, suku, budaya dan kelompok sosial dalam masyarakat di Indonesia.
“Gerakan ini kami namakan ‘Muhammadiyah for All’ Muhammadiyah untuk Semua,” ujar Haedar yang juga Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Lembaga inklusif
Di wilayah timur Indonesia, seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur, mayoritas penduduknya beragama nonmuslim, menurut dia, Muhammadiyah telah membangun berbagai lembaga inklusif, termasuk hadirnya empat universitas di Papua dan dua universitas di NTT.
Dalam konteks global, Muhammadiyah telah memainkan peran penting dalam penyelesaian konflik di Filipina bagian selatan dan Thailand bagian selatan.
Muhammadiyah, lanjut dia, juga telah menjalankan program kemanusiaan di Rohingya dan Cox’s Bazar di Bangladesh.
“Muhammadiyah juga membangun Madrasah di Beirut untuk anak-anak Palestina dan satu sekolah di Rahine untuk anak-anak Rohingya.”
“Semua itu dilatar belakangi oleh rasa kemanusiaan dan kesadaran bahwa dalam peradaban modern, seluruh umat manusia berhak hidup bahagia dan hidup berdampingan secara damai tanpa adanya diskriminasi, penderitaan, dan penindasan,” tutur Haedar. (AGT/N-01)