
RODRIGO Duterte, mantan Presiden Filipina telah meninggalkan Manila menuju ke Belanda untuk menjalani sidang, setelah Pengadilan Kriminal Internasional (The International Criminal Coiurt/ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan.
ICC menuduh Duterte melakukan kejahatan kemanusiaan atas nama “perang terhadap narkoba” yang mematikan.
Dia ditahan oleh polisi tak lama setelah tiba di bandara internasional ibu kota dari Hong Kong pada Selasa (11/3) pagi.
Duterte sebelumnya berada di Hong Kong untuk berkampanye di antara diaspora Filipina yang besar di sana menjelang pemilihan paruh waktu pada 12 Mei 2025. Ia akan mencalonkan lagi sebagai wali kota Davao.
Duterte menentang penahanannya, tetapi dalam beberapa jam kemudian ia telah berada di pesawat carteran menuju Den Haag, Belanda, tempat kantor ICC.
Pemerintah Filipina penuhi kewajiban
Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr mengatakan bahwa negara Filipina memenuhi kewajiban hukumnya.
Selama masa kepemimpinan Duterte, ribuan pengedar narkoba kecil, pengguna, dan lainnya tewas tanpa pengadilan.
Marcos mengatakan bahwa Duterte akan menghadapi dakwaan terkait perang terhadap narkoba yang berdarah.
“Interpol meminta bantuan, dan kami mematuhinya,” kata Presiden Marcos dalam konferensi pers.
“Inilah yang diharapkan komunitas internasional dari kami,” lanjutnya.
Putri Duterte, Sara akan menemani ayahnya ke Den Haag. Sara saat ini menjabat sebagai wakil presiden dan merupakan rival politik Marcos. Dia menyebut penangkapan tersebut sebagai bentuk penganiayaan.
Rodrigo Duterte tidak pernah minta maaf atas tindakannya
Rodrigo Duterte tidak pernah meminta maaf atas tindakan kerasnya terhadap narkoba, yang menyebabkan lebih dari 6.000 tersangka tewas saat ia menjabat sebagai presiden dari 2016-2022.
Dan saat menjadi Wali Kota Davao, peristiwa serupa telah terjadi.
Duterte saat ditangkap sempat menanyakan surat perintah penangkapan. Putrinya Veronica Duterte mengunggah video saat ayahnya ditangkap dan terjadi adu argumen.
“Kejahatan apa yang telah saya lakukan?” kata Duterte dalam unggahan video tersebut.
“Jika saya melakukan kesalahan, adili saya di pengadilan Filipina, dengan hakim Filipina, dan saya akan membiarkan diri saya dipenjara di negara saya sendiri,” katanya.
Peristiwa bersejarah
Sebagai tanggapan atas penangkapannya, sebuah petisi diajukan atas namanya ke Mahkamah Agung, mendesak agar permintaan tersebut tidak dipatuhi.
Duterte pernah mendeklarasikan penarikan Filipina dari ICC pada 2019. Dengan demikian secara efektif mengakhiri yurisdiksi ICC atas negara dan rakyatnya.
ICC menyatakan bahwa mereka masih memiliki wewenang di Filipina atas dugaan kejahatan yang dilakukan sebelum negara itu menarik diri sebagai anggota. (*/S-01)