RESTORASI sumber daya air bisa mengantisipasi dampak krisis iklim di sektor pertanian di Indonesia
Sebab sektor pertanian paling rentan terdampak perubahan iklim. Hal itu menyebabkan produksi pertanian berkurang.
Dan secara geopolitik banyak negara membutuhkan bahan pangan dan membuka keran impor pangan.
“Oleh karena itu restorasi sumber daya air dan iklim dapat dilakukan sebagai salah satu solusi permanen darurat pangan demi mendukung ketahanan pangan yang berkelanjutan,” kata Menteri Pertanian
Amran dalam sambutannya yang dibacakan oleh Kepala Badan Standardisasi Instrumen Pertanian (BSIP), Fadjry Djufry, Rabu (30/10).
Kehadiran Kepala Badan Standardisasi Instrumen Pertanian (BSIP), Fadjry Djufry untuk membuka simposium di Bandung, Rabu (30/10).
Menurut Amran, tahun ini Kementan telah mencapai beberapa hasil signifikan. Terutama di bidang pengelolaan air dan perubahan iklim harus ada terobosan peningkatan produksi padi.
Kementan mengalokasikan subsidi pupuk sebesar 9,55 ton dan menggencarkan program perluasan areal tanam (PAT) melalui pompanisasi.
Serta optimalisasi lahan rawa, dan tumpang sisip padi gogo serta cetak sawah.
“Program pompanisasi di sawah tadah hujan telah berhasil meningkatkan produksi beras selama tiga bulan berturut-turut,” ujarnya.
Menyelamatkan pertanian
Sejumlah 60.332 unit pompa dan 5.262 unit irigasi perpompaan direalisasikan untuk meningkatkan produktivitas.
“Serta menyelamatkan pertanaman dari ancaman kekeringan karena keterlambatan tanam akibat perubahan iklim,” papar Amran.
Amran melanjutkan, data proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan terjadi kenaikan produksi beras.
Pada Agustus 2024 sebesar 2,84 juta ton, September 2,87 juta ton dan Oktober 2,59 juta ton dibandingkan 2023 pada bulan sama.
Hal ini menunjukkan bahwa peran restorasi sumber daya air menjadi semakin vital. Demikian juga dengan penerapan teknologi pertanian cerdas iklim.
Restorasi sumber daya air dan iklim di sektor pertanian untuk menyesuaikan, merekayasa, mengevaluasi dan memonitor sumber daya air dan iklim secara berkelanjutan berbasis kawasan dan masyarakat pertanian.
Kementan juga telah melakukan langkah-langkah untuk memitigasi dampak bencana alam yang semakin sering terjadi seperti kekeringan, banjir, dan kebakaran lahan.
Program mitigasi ini dilakukan dengan memperkuat sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat petani.
Pada 2024, lebih dari 128.000 hektare lahan pertanian yang terdampak kekeringan telah berhasil direhabilitasi melalui bantuan perbaikan irigasi dan pompa air.
Juga tertanaminya lahan rawa melalui optimalisasi lahan seluas 400.000 hektare, serta perluasan areal tanam padi seluas 1,1 juta ha. (Rava/S-01)