
BALAI Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta melaporkan, selama sepekan dari Jumat (30/8) hingga Kamis (5/9), kawasan puncak Gunung Merapi terjadi 1.015 gempa.
Gempa di Merapi tersebut, kata Kepala BPPTKG Agus Budi Santosa, didominasi oleh gempa guguran yang frekuensinya mencapai 976 kali. Sedangkan gempa lainnya adalah gempa multi phase sebanyak 20 kali, gempa tektonik 11 kali, gempa vulkanik dangkal 4 kali dan gempa APG 3 kali.
“Selama sepekan tersebut terdata pula terjadi 3 kali awan panas guguran dengan jarak luncur maksimum 1.300 meter mengarah ke barat daya,” kata Agus Budi, Jumat (6/9).
Sedangkan guguran lava Merapi terjadi sebanyak 232 kali yang kesemuanya mengarah ke hulu Sungai Bebeng dengan jarak luncur maksimal 1.800 meter dari puncak.
Petugas Pos Pengamatan di Selo (Boyolali) mencatat asap Gunung Merapi mencapai ketinggian 250 meter dari puncak. Asap tersebut berwarna putih, tipis hingga tebal.
Dengan aktivitas vulkanik tersebut, BPPTKG Yogyakarta masih mempertahankan status Siaga atau level III.
“Kami mengimbau agar masyarakat tidak melakukan kegiatan apapun di daerah potensi bahaya. Waspadai bahaya lahar dan awan panas guguran atau APG,” katanya.
Masyarakat juga diminta agar mengantisipasi gangguan akibat abu vulkanik dari erupsi Gunung Merapi.
Guguran lava dan awan panas dari Gunung Merapi bisa berdampak ke area dalam sektor selatan-barat daya. Wilayah itu meliputi Sungai Boyong (sejauh maksimal lima kilometer) serta Sungai Bedog, Krasak, dan Bebeng (sejauh maksimal tujuh kilometer).
Di sektor tenggara meliputi Sungai Woro sejauh maksimal tiga kilometer dan Sungai Gendol lima kilometer. Sedangkan lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau radius tiga kilometer dari puncak.
Jika terjadi erupsi eksplosif, lontaran material vulkanik dari Gunung Merapi dapat menjangkau area dalam radius tiga kilometer dari puncak gunung.(AGT/N-01)