JARINGAN Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) menduga penetapan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) merupakan kebiasaan gubernur-gubernur di Riau sebelumnya untuk mendapatkan bantuan pendanaan dari pusat.
Karena itu, seharusnya Penjabat (Pj) Gubernur Riau SF Hariyanto tidak mengikuti kebiasaan buruk tersebut. Ia sebaiknya fokus terhadap pencegahan sesuai Perda No 1 Tahun 2019 tentang Pedoman Teknis Penanggulangan Karhutla.
“SF Hariyanto hanya fokus dalam kegiatan penanganan kebakaran berupa menetapkan status siaga darurat karhutla, meminta bantuan helikopter dan pesawat TMC dari pusat dan meminta bupati segera menetapkan status siaga darurat karhutla untuk mendapatkan dana belanja tak terduga (BTT) yang bersumber dari APBN,” kata Wakil Koordinator Jikalahari Okto Yugo Setiyo dalam keterangannya, Jumat (2/8).
Jikalahari, kata Okto, menilai Pj Gubernur SF Hariyanto tidak berani melakukan tindakan konkret dan tegas untuk mencegah karhutla dan hanya meneruskan kegagalan Gubernur Riau sebelumnya. Akibatnya Karhutla terus meluas karena tidak dilakukan pencegahan sejak awal, padahal Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah mengingatkan 2024 akan lebih panas dari 2023.
“Kami terus mengingatkan tugas Pj Gubernur Riau untuk melakukan tindakan pencegahan karhutla, namun tidak ada tindakan konkret dari Pj Gubernur,” tegasnya.
Amanat Perda
Analisis Jikalahari melalui satelit Terra Aqua Sensor Modis dengan confidance >70% sepanjang Januari – Juli 2024 ditemukan hotspot atau titik panas sebanyak 198 titik, 37 titik berada di korporasi HTI dan sawit, sisanya berada di kawasan non korporasi. Sekitar 81% atau 161 titik berada di kawasan gambut dengan kedalaman 1-4 meter. Hotspot tersebar di seluruh Kabupaten/Kota Provinsi Riau, paling banyak berada di Kota Dumai.
“Pj Gubernur SF Hariyanto mestinya menjalankan amanat Perda Nomor 1 Tahun 2019 dibanding mengharap bantuan pemerintah pusat, ini kewajiban Pemprov yang saat ini dipimpin Pj Gubenur. Mandat Perda 1 Tahun 2019 lebih clear untuk mencegah karhutla,” kata Okto.
Dalam Perda 1 Tahun 2019, lanjutnya, terdapat kewajiban Pemprov Riau mulai dari pencegahan, penanggulangan, dan penanganan pasca kebakaran hutan dan/atau lahan termasuk sarana prasarana, pengawasan, kelembagaan, peran masyarakat, pembiayaan, ketentuan penyidikan, dan ketentuan pidana.
“Pj Gubernur Riau harus berani melakukan penataan lahan gambut, audit kepatuhan korporasi, pengawasan dan evaluasi serta monitoring terhadap korporasi, sebab telah diamanatkan berdasarkan Perda yang sudah disahkan bersama DPRD Riau,” jelas Okto.
Jikalahari, kata Okto, mengusulkan kepada Presiden, Mendagri dan KLHK untuk memperbaiki model penetapan siaga darurat yang dilakukan oleh Gubernur. Sebab, dengan penetapan Siaga Darurat Karhutla, seolah-olah penanganan Karhutla hanya berfokus pada pemadaman dan menjadi andalan Gubernur untuk melepas tanggungjawabnya pada pusat.
“Mendagri perlu mengevaluasi kinerja Pj Gubernur Riau dalam hal pencegahan karhutla, termasuk pendanaan pencegahan karhutla dalam rangka pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi yang dilaksanakan oleh Pj Gubernur,” tegas Okto. (Rud/N-01)