
PEMERINTAH Provinsi Jawa Barat tengah menyiapkan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang larangan alih fungsi lahan.
Kebijakan ini untuk mencegah terjadinya bencana banjir dan longsor yang kerap disebabkan oleh perubahan fungsi lahan yang tidak terkendali.
Dalam Pergub tersebut akan mencakup sektor perkebunan, kehutanan dan pertanian.
“Saya sedang menyiapkan peraturan Gubernur yaitu larangan alih fungsi lahan perkebunan, kehutanan dan pertanian,” kata Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, Rabu (12/3).
Kini rancangan Pergub sedang dikonsultasikan dengan Kementerian Dalam Negeri untuk memastikan kesesuaiannya dengan regulasi yang lebih tinggi.
Pemprov Jawa Barat telah melakukan penandatanganan kerjasama dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Sinergi ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman bersama antara Gubernur Jabar dan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati di Jakarta Rabu (12/3)
Dedi berharap Pergub larangan alih fungsi lahan ini dapat segera disahkan dan diterapkan secara efektif, untuk menghentikan seluruh aktivitas perubahan fungsi lahan tidak sesuai dengan peruntukannya di Jabar.
Pergub larangan alih fungsi lahan untuk cegah bencana
Sementara itu terkait kerja sama yang dilakukan dengan BMKG adalah dalam pembangunan di bidang meteorologi, klimatologi, geofisika, serta modifikasi cuaca.
Dan juga mencakup upaya mitigasi terhadap ancaman geohidrometeorologi di wilayah Jabar.
“Jabar daerah yang namanya ‘minimarket bencana alam’, maka saya harus banyak pasang radar bencana,” terang Dedi.
“Oleh karena itu, diperlukan langkah mitigasi yang kuat serta tindakan tegas terhadap praktik alih fungsi lahan yang tidak terkendali,” lanjutnya
Menurut Dedi, berdasarkan masukan dari BMKG, hujan dengan intensitas rendah sekalipun dapat menyebabkan longsor dan banjir jika daya dukung lingkungan sudah menurun.
Salah satu faktor utama penyebabnya adalah berkurangnya pohon akibat alih fungsi lahan.
“Saya mendapat banyak wawasan dari BMKG. Mengapa curah hujan 20-30 mm saja bisa menyebabkan longsor dan banjir.Itu karena pohon-pohon hilang akibat alih fungsi lahan,” terang Dedi.
Ia juga menyoroti dampak negatif dari penyempitan sungai yang disebabkan oleh pembangunan di bantaran sungai serta kebiasaan masyarakat yang masih membuang sampah ke sungai.
Jadi semua turut menyumbang terhadap terjadinya bencana ini. Mulai dari pembangunan jembatan, alih fungsi lahan, kebijakan tata ruang. Hingga perizinan yang kurang memperhatikan aspek lingkungan.
Ia mengajak semua pihak untuk melakukan taubat ekologi, yakni upaya memperbaiki lingkungan secara kolektif dan berkelanjutan.
“Salah satu bentuk taubat ekologi yang saya lakukan adalah menggandeng BMKG, untuk memperkuat pendekatan berbasis ilmu pengetahuan dalam pengelolaan lingkungan dan mitigasi bencana,” ucap Dedi. (Rava/S-01