PENGERAHAN kepala desa (kades) seluruh Jawa Tengah untuk mendukung pasangan calon di Pemilihan Gubernur Jawa Tengah kembali terjadi.
Kini pengerahan kades dilakukan di sebuah hotel bintang lima di Kota Semarang, Rabu (23/10).
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Semarang mengungkapkan bahwa para kades yang berkumpul di ruangan langsung membubarkan diri saat petugas Bawaslu tiba di sana.
Awal kejadian, tim sebanyak 11 anggota ini melakukan patroli keliling.
Dan mendapatkan info ada pengerahan kades di sebuah hotel bintang lima.
Dikutip dari laman Bawaslu Kota Semarang, saat tim ke sana mereka kesulitan masuk karena pintu ruang pertemuan dikunci.
Akhirnya mereka bisa masuk setelah seorang kades datang dan akan masuk ke ruangan di lantai tiga.
“Kami pun ikut memasuki ruangan atas. Kami perkirakan ada 90 kades memenuhi tempat dan langsung membubarkan diri meninggalkan lokasi pertemuan,” ungkap petugas Bawaslu Kota Semarang.
Pengerahan kades untuk kedua kalinya
Ketua Bawaslu Kota Semarang, Arief Rahman membenarkan peristiwa tersebut.
Dari pengungkapan, sejumlah kades datang ke kegiatan itu untuk kegiatan silaturahim dan konsolidasi organisasi Paguyuban Kepala Desa (PKD) Se Jawa Tengah.
Dengan slogan Satu Komando Bersama Sampai Akhir. “Sebagian kades ini mengaku mereka diminta mengirimkan dua perwakilan setiap wilayah,” ujarnya.
Setiap wilayah mengirimkan dua orang perwakilan yaitu ketua dan sekretasir.
Dari laporan yang terkonfirmasi kades-kades itu berasal dari Kabupaten Pati, Rembang, Blora, Sukoharjo, Sragen, Kebumen, Purworejo, Klaten, Wonogiri, Cilacap, Brebes, Pemalang, Kendal, Demak dan Semarang.
Bawaslu Kota Semarang aka melaporkan ke Bawaslu Provinsi Jawa Tengah dan koordinasi untuk melakukan pendalaman.
“Kasus pertemuan kades ini sudah kedua kalinya di wilayah hukum Kota Semarang,” ungkap Arief, Jumat (25/10).
Pertemuan kades pertama kali 17 Oktober di Semarang Barat dengan melibatkan sekitar 200 kades se Kabupaten Kendal.
Dalam Pasal 71, pelaku nisa dipenjara minimal 1 bulan penjara dan maksimal 6 bulan penjara. Atau denda minimal Rp600 ribu dan maksimal Rp6 juta dan sanksi administratif.
Sudah cukup jelas adanya larangan kades melakukan tindakan dukung mendukung. Apalagi dengan cara terorganisir hal ini bisa mencederai proses demokrasi,” tegasnya. (*/S-01)