PEMERINTAH harus lebih memperketat pengawasan terhadap bus pariwisata, dan sekaligus sanksi bagi perusahaan bus yang lalai terhadap tertib administrasi. Jangan sopir yang jadi tumbal dalam setiap terjadi kecelakaan bus.
Penegasan itu disampaikan Djoko Setijowarno, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia ( MTI ) Pusat, saat menanggapi kasus laka maut Bus Trans Putra Fajar AD-7524-OG yang mengangkut rombongan pelajar SMK Lingga Kencana, Depok, Jabar, di Desa Palasari, Sabtu (11/5/2024). Sebanyak 11 korban jiwa dinyatakan tewas di lokasi kejadian.
Ternyata terkuak bahwa bus pariwisata itu tidak terdaftar dan kirnya mati sejak 6 Desember 2023. Berdasarkan penjelasan pihak Dinas Perhubungan Wonogiri, bus naas milik PT Jaya Guna Hage itu, sebelum menjadi bus pariwisata merupakan armada AKDP dari Wonogiri. Usia bus yang uji KIR nya mati itu adalah 18 tahun.
“Jadi banyak perusahaan tidak tertib administrasi, padahal sekarang sudah dipermudah. Pendaftaran dengan sistem online. Pemerintah mesti melakukan pengawasan lebih ketat terhadap bus pariwisata, dan harus ada sanksi bagi perusahaan bus yang lalai terkait administrasi. Jangan hanya sopir yang jadi tumbal setiap ada kecelakaan,” tegas Djoko.
Menurut akademisi Universitas Kristen Soegija Pranoto itu, sangat jarang ada perusahaan bus yang diperkarakan hingga di pengadilan. Termasuk pemilik lama. Padahak mestinya juga harus bertanggungjawab.
Dia katakan, sikap pemerintah yang longgar ini, menyebabkan kejadian serupa dengan penyebab yang sama selalu terulang. Mestinya, data STNK, Kir dan Perijinan harus dikolaborasikan dan diintegrasikan menjadi satu kesatuan sebagai alat pengawasan secara administrasi.
“Hampir semua bus pariwisata yang kecelakaan lalu lintas adalah bus bekas AKAP atau AKDP. Dan korban fatal dengan polanya sama, yaitu tidak adanya sabuk keselamatan dan fisik atau body bus yang keropos. Dan ketika terjadi laka terjadi deformasi, membuat banyak korban tergencet,” tandas dia.
Selama ini sebut dia, pemerintah terkesan setengah hati dalam membuat aturan batas usia kendaraan bus. Banyak casis bus lama tidak discrapping, dan justru dijual kembali sebagai kendaraan umum atau plat kuning, sehingga bisa dikir tapi tidak memiliki ijin.
Dia memberikan ilustrasi, pada saat kecelakaan rem blong di Pamijahan (Cianjur) pada 2022. Dirjen Hubdat dan Kasubdit Angkutan Orang menemukan semua bus wisata yang parkir di sana mengantar wisatawan ziarah, semuanya plat kuning, kir hidup tapi tidak ada satupun yg terdaftar di SPIONAM alias tidak berijin.
” Hingga saat ini tidak ada upaya bagaimana mengatasi hal ini. Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) pun menyebut ada beberapa masalah krusial pada pengemudi di Indonesia. Pertama, jumlah pengemudi bus dan truk di Indonesia mengalami penurunan, dan ratio dengan jumlah kendaraan yang beroperasi sudah masuk dalam zona berbahaya. Ini jelas sangat beresiko tinggi terhadap keselamatan,” ujar Djoko. (WJ/N-01)