ERA digital juga dimanfaatkan oleh museum dengan lahirnya museum metaverse. Seperti dilakukan oleh Grey Art Gallery berkolaborasi dengan Redmiller Blood serta DKV Itenas melakukan penelitian tentang Museum Maya Indonesia (Mumain).
Kerjasama penelitian itu diungkapkan dalam diskusi secara daring yang dilaksanakan Selasa (30/7).
Dosen Program Studi DKV Itenas Bandung Dr. Phill Eka Noviana mengatakan kekayaan budaya Indonesia.
Kekayaan itu ada yang berwujud maupun tidak berwujud perlu diangkat ke permukaan tanpa kendala jarak dan waktu.
“Untuk itulah kami memprakarsai proyek penelitian museum Indonesia di Metaverse, dengan nama Museum Maya Indonesia” (Mumain),” jelas Eka sekaligus founder Mumain.
Penelitian sudah berlangsung dua tahun. Dari hasil penelitian itu telah menghasilkan prototipe lima ruang pamer.
Ruang pamer itu berisi Gunung Padang, permainan anak-anak tradisional, musik Tarawangsa, Candi Prambanan, dan Candi Borobudur yang di dalamnya termuat ruangan kapal di relief candi Buddha tersebut.
“Selain nilai edukasi, budaya, dan wisata. Proyek ini juga menawarkan kesempatan kerja bagi para desainer berbakat dan calon kurator,” kata Eka.
Proyek Mumain ini diprakarsai oleh Yayasan Sarasvati Maya Nala berdasarkan pada proyek penelitian bersama antara Institut Komunikasi Visual di HBK (Braunschweig University of Art) dan DKV Itenas.
Dari HBK diwakili oleh Prof. Eku Wand dan Prof. Ulrich Plank. Sedangkan DKV Itenas diwakili oleh Dr. Phill. Eka Noviana, serta Prof Titus Leber dari Wina, yang juga anggota Parlemen Kebudayaan Eropa. (Rava/S-01)